Inspirasi

Keterbatasan Fisik, Kadek Windari Melukis Hitam Putih untuk Bantu Keluarga

Kini tidak ada lagi yang menjadi sumber penghasilan bagi sebuah keluarga ini. Mereka hanya berharap pada Windari yang punya bakat melukis.

Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
Tribun Bali/I Wayan Erwin Widyaswara
Kadek Windari (kanan) bersama saudaranya Putu Agus Setiawan, memperlihatkan sisa sisa lukisan di atas kertas buku gambar yang masih disimpannya, Sabtu (18/7/2015) malam. 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Meski terlahir dengan cacat fisik, Kadek Windari ternyata tidak pesimistis menjalani hidupnya.

Dia terus berusaha menghasilkan lukisan-lukisan luar biasa demi bisa menghidupi ibu dan saudara-saudaranya.

Dia begitu ingin mengembangkan bakatnya, namun apa daya, keterbatasan dana menjadi kendala.

Putu Agus Setiawan dan Kadek Windari hanya bisa duduk dalam menjalani hidupnya sehari-hari.


Satu dari beberapa lukisan karya Kadek Windari (TRIBUN BALI/I WAYAN ERWIN WIDYASWARA) 

Dua kaki dan tangan mereka cacat sejak berusia tujuh tahun.          

Segala bentuk rutinitas sebagai manusia harus mereka jalani dengan bantuan sang ibu seorang.

Ayah mereka sudah meninggal tahun 2014 silam.

Kini tidak ada lagi yang menjadi sumber penghasilan bagi sebuah keluarga di Dusun Yeh Anakan, Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Bali ini.

Mereka hanya berharap pada Windari yang punya bakat melukis.

“Bapak sudah meninggal tahun lalu. Dulu bapak yang membiayai hidup kami dari hasil kerja sebagai tukang ukir kayu,” ujar Komang Warsiki, ibu kandung Agus dan Windari, saat ditemui di rumah kediamannya, Sabtu (18/7/2015) petang.

Setiap hari, Agus dan Windari hanya menjalani aktivitas dengan duduk diam.

Sesekali mereka hanya bisa menonton televisi sembari bercengkerama dengan saudara.

Kalau ia ingin berpindah, harus ada yang membantunya.

Untungnya, tangan Windari masih bisa digerakkan layaknya orang normal.

Itu sebabnya, Windari terkadang mengisi hari-harinya dengan melukis di atas kertas lusuh.

Windari memang senang melukis sejak ia berusia 10 tahun.

Awalnya ia sering mencorat coret kertas kertas yang ada di sampingnya dengan menggunakan pensil dan pulpen.

Lama kelamaan, ibunya Komang Warsiki melihat hasil lukisannya di atas kertas lumayan bagus.

Bila ada uang lebih Warsiki kadang membelikan buku gambar agar anaknya tidak menggunakan kertas lecet dan lusuh itu.

“Waktu kecil, dia (Windari) saya lihat sering menggambar di kertas-kertas, saya sempat kaget ternyata hasilnya bagus. Jadi saya kadang belikan dia buku gambar. Biar dia tidak bengong-bengong saja,” ujar Warsiki menuturkan dua anaknya yang mengalami cacat itu.

Hingga saat ini, sudah puluhan karya lukisan yang Windari hasilkan.

Dia mengaku sebagian karyanya sudah ada yang meminta dan ada pula yang laku terjual hingga jutaan rupiah.

Hasil karyanya pun beragam, namun dominan lukisan yang Windari hasilkan bertema dewa dan kehidupan para dewa serta lukisan alam.

Alat-alat yang Windari gunakan pun terlalu sederhana sehingga ia belum mampu dan terbiasa melukis di atas kanvas.

“Saya hanya punya pensil dan pulpen. Itu saja saya gunakan. Kalau kanvas kan mahal, ibu tidak bisa belikan,” ujar Windari yang juga fasih berbahasa Inggris itu.

Sejumlah hasil karya lukisan Windari yang laku itu, pembelinya adalah seorang turis.

Dominan lukisan yang dibeli adalah yang bermotif hitam putih.

“Kalau turis sukanya yang hitam putih katanya. Yang warna dia tidak suka,” imbuh wanita berusia 24 tahun ini.

Begitu ibu kandung Windari memerlihatkan sisa-sisa karya lukisan yang masih tersimpan, ternyata memang benar.

Lukisan-lukisan itu begitu apik, sehinga menarik mata untuk memandangnya lebih dekat dan lama.

Keluarga yang satu ini memang sudah beberapa kali menerima bantuan, tapi bantuan yang datang bukanlah dari pemerintah, melainkan dari sumbangan sukarela dan orang-orang yang merasa prihatin.

“Kalau Bupati di sini (Buleleng) belum pernah memberikan bantuan. Kalau Gubernur (Mangku Pastika) sudah pernah datang dua kali, tapi tidak memberikan apa-apa. Hanya ditengok saja,” ungkap Warsiki.

Sekarang mereka tinggal di sebuah rumah hasil meminjam seluas sekitar 1 setengah are.

Hanya ada dua bangunan di rumah mereka, itupun satu baru setengah jadi hasil bantuan dari orang-orang swasta yang prihatin terhadap kondisi mereka.

“Ini dulu saya minjam tempat. Sekarang sudah menjadi milik kami. Semuanya atas bantuan dari Pak Ketut (Ketut Purnama, Owner Wake Bali Adventure) yang juga sering memberikan kami bantuan dari dulu,” ujar Warsiki.

Ia pun masih berharap uluran tangan dari pihak lain. Kepada siapa saja yang hendak memberikan bantuan, dia mempersilakan untuk menghubungi kontak 085237744829. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved