Soekarno Sebut Soeharto Salah Interpretasi Soal Supersemar Hingga Keluarkan Supertasmar

52 Tahun berlalu, namun memori kolektif bangsa Indonesia barang kali tak bakal pernah sirna mengenang peristiwa Surat Perintah 11 Maret 1966

Editor: Ady Sucipto
Net
Dua mantan presiden Republik Indonesia, Soekarno dan Soeharto 

TRIBUN-BALI.COM - 52 Tahun berlalu, namun memori kolektif bangsa Indonesia barang kali tak bakal pernah sirna mengenang peristiwa  Surat Perintah 11 Maret 1966 menjelang lengsernya kepemimpinan Presiden Soekarno

Polemik Surat Perintah 11 Maret 1966 selama ini lebih tertuju pada peristiwa yang terjadi di Istana Bogor. 

Ketika itu, Presiden Soekarno memberi Supersemar kepada Menteri Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto melalui tiga jenderal, yakni Mayjen Basuki Rachmat, Brigjen Muhammad Jusuf, dan Brigjen Amirmachmud. 

Namun, ada sejumlah misteri yang belum terjawab selain keberadaan naskah asli atau beda interpretasi antara Soekarno dan Soeharto tentang Supersemar. 

Soekarno
Soekarno (Tribun Jabar via Net)

 
Salah satunya adalah Supertasmar, Surat Perintah Tiga Belas Maret. 

Ini merupakan surat perintah yang dikeluarkan Soekarno untuk mengoreksi Supersemar

Keberadaan Supertasmar ini diungkap kali pertama oleh AM Hanafi dalam buku Menggugat Kudeta Jenderal Soeharto: Dari Gestapu ke Supersemar (1998). 

AM Hanafi merupakan mantan Duta Besar RI untuk Kuba pada era Soekarno

Kelahiran Supertasmar disebut berawal ketika Soekarno marah mendengar kabar bahwa Partai Komunis Indonesia dibubarkan oleh Soeharto.

Soekarno menganggap Soeharto melampaui wewenangnya sebagai pengemban Supersemar

Kekeliruan langkah Soeharto dalam menginterpretasi Supersemar itulah yang memicu Soekarno mengeluarkan Supertasmar. 

AM Hanafi menjelaskan, Supertasmar itu berisi pengumuman bahwa Supersemar bersifat administratif/teknis, dan tidak politik. Soeharto juga diminta untuk segera memberikan laporan kepada Presiden. 

Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, mengatakan, Soekarno berusaha menyebarkan isi Supertasmar ke publik. Namun, upaya itu gagal. 

"Hanafi disuruh untuk menghubungi beberapa orang dan menyebarkan surat untuk membantah Supersemar. Namun, dia tidak punya jalur lagi," tutur Asvi dikutip dari Kompas.com, Minggu(6/3/2016) pekan lalu. 

Hanafi sempat menghubungi mantan Panglima Angkatan Udara, Suryadharma. Namun, Suryadharma mengaku tidak lagi punya saluran untuk menyebarkan surat perintah baru dari Presiden Soekarno itu. 

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved