Tahun 2021, Bali Diperkirakan Krisis Listrik, Ary: Proyek JBC Murni untuk Kepentingan Bali
Karena pihak PHDI menyampaikan penolakan, akhirnya rapat tersebut disetop dengan paksa.
Penulis: I Wayan Erwin Widyaswara | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali masih kukuh menolak pelaksanaan mega proyek yang sudah direncanakan sejak 2008 silam itu.
Penolakan itu kembali disampaikan oleh Ketua PHDI Bali, Prof I Gusti Ngurah Sudiana secara langsung dalam rapat besar soal adendum yang digelar di Gedung Manggala Wanabakti, Perkantoran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (6/4/2018).
Baca: PHDI Bali Kukuh Tolak JBC pada Rapat Besar di Jakarta, Ada Keyakinan Terhadap Ida Mpu Sidimantra
Karena pihak PHDI menyampaikan penolakan, akhirnya rapat tersebut disetop dengan paksa.
Sebab, menurut Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan pada Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Ary Sudijanto, yang memimpin rapat tersebut, tidak ada gunanya melanjutkan rapat teknis jika PHDI masih menolak.
"Ini sudah ke ranah kebijakan. Jadi saya rasa kita akan sia-sia melanjutkan rapat teknis ini, kita akhiri saja bagaimana?" ucap Ary dengan wajah sedikit kesal.
Saat diwawancara usai rapat tersebut, Ary mengingatkan bahwa proyek JBC ini murni untuk kepentingan kebutuhan listrik Bali.
"Ini kan untuk Bali, kalau memang tidak perlu ya tidak dilanjutkan," katanya seraya buru-buru keluar dari gedung itu.
Sementara General Manager PLN Distribusi Bali, Nyoman Suwarjoni Astawa, mengaku menghargai semua pihak termasuk PHDI yang menolak.
Namun, pihaknya meminta solusi apa yang harus dilakukan PLN untuk menyelamatkan kelistrikan Bali.
Ia mendukung jargon Bali Mandiri Energi yang berulang kali disampaikan oleh pihak PHDI Bali.
Hanya saja, ia belum mengetahui apa konsep Bali Mandiri Energi yang dimaksud, sementara kondisi di Bali sangat sulit membangun tenaga listrik baik dari angin, dan surya atau energi baru terbarukan.
"Jadi jangan sampai kita terninabobokan oleh itu. Saya setuju bahwa kita memiliki banyak sumber energi baru terbarukan. Tapi apakah itu ada di Bali? Angin misalnya, tidak satupun investor yang mau buat pembangkit angin karena di Bali tidak ada potensinya. PLTS, tenaga surya relatif bagus oke, tapi per satu MW memerlukan 1,2 hektare itu dipakai. Secara teknis kita tidak bisa membangun karena hanya bisa siang hari. Baterai terlalu mahal," jelas Suwarjoni.
Ia mewanti-wanti agar pihak PHDI Bali mempertimbangkan hal ini.
Sebab, ia tidak ingin apabila pembangunan JBC ini ditunda nanti Bali keburu ada pemadaman bergilir yang tentunya berpotensi saling menyalahkan satu sama lain. "Kami tidak ingin nanti kita cari solusi jangka pendek yang akhirnya merugikan kita semua," katanya.