Dianggap Keramat Bagi Orang Jawa Hingga Ada Larangan Menikah di Bulan Suro, Ternyata Ini Alasannya
Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro dianggap sebagai bulan yang keramat. Bahkan, ada pantangan untuk menyelenggarakan hajatan
Laporan Wartawan TribunTravel.com, Rizki A Tiara
TRIBUN-BALI.COM - Jelang Tahun Baru Islam yang jatuh pada Selasa (11/9/2018), umat Muslim akan memasuki bulan Muharram atau yang dalam bahasa Jawa disebut bulan Suro.
Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro dianggap sebagai bulan yang keramat.
Bahkan, ada pantangan untuk menyelenggarakan hajatan pernikahan selama bulan Suro.
Tak heran, menjelang akhir bulan Dzulkahijjah atau Dzulhijjah, masyarakat Jawa buru-buru menggelar hajatan pernikahan sebelum memasuki bulan Suro.
Alasan pantangan menggelar hajatan pernikahan di bulan Suro adalah dikhawatirkan pasangan yang menikah akan mendapat nasib buruk.
Ada beberapa hal yang menyebabkan masyarakat Jawa begitu mengeramatkan bulan Suro.
Sebagaimana dikutip TribunTravel.com dari laman Intisari Online, menurut pengamat budaya Jawa, Han Gagas bulan Suro dikuasai Batara Kala.
Ini berdasarkan pada kepercayaan Hindu.
Adapun Batara Kala sang penguasa Suro juga merupakan penguasa waktu yang menjalankan hukum karma atau sebab akibat.
"(Bulan) Suro, dewanya Batara Kala, yang suka makan manusia, dalam arti nasibnya. Sehingga buruk nasibnya," kata Han Gagas.
"Untuk itu, hal tersebut harus dihindari agar auranya menjadi baik," tambahnya.
Melihat Batara Kala yang suka memakan nasib (baik) manusia, masyarakat Jawa tidak menyelenggarakan hajatan di bulan Suro.
Jika melanggar, dikhawatirkan nasib buruk akan datang.
Menurut Han Gagas, hajatan yang dilarang diselenggarakan di bulan Suro tak hanya pernikahan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bali/foto/bank/originals/pernikahan-adat-jawa-kuno_20180911_104426.jpg)