Alissa Stern, Bule Asal Amerika Bawa Bahasa Bali Raih 'Nobel' Bahasa, Orang Bali Sendiri Bagaimana?
Dalam kamus online ini menggunakan tiga bahasa yaitu Bahasa Bali, Bahasa Indonesia dan juga Bahasa Inggris
Penulis: Putu Supartika | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Seorang wanita asal Amerika Serikat bernama Alissa Stern 20 tahun lalu berkunjung ke Bali.
Di Bali ia bertemu dengan seorang pendeta pada suatu acara dan mereka bercengkrama dalam bahasa Indonesia.
Ketika itu sang pendeta mengatakan padanya bahwa bagus jika dirinya bisa berbahasa Bali.
Akhirnya tahun 2011 ia pun mendirikan sebuah wadah pelestari bahasa Bali melalui media kamus online Bahasa Bali yang bernama Basabali.org.
Kemudian ia bekerjasama dengan dosen, peneliti, dan juga mahasiswa bahasa Bali yang ada di Bali untuk membuat kamus ini yang kemudian diberi nama kamus BASABali Wiki.
Dan akhirnya tahun 2018 ini BASABali Wiki memperoleh penghargaan internasional Linguapax dari Spanyol dimana penghargaan ini sejenis nobel dalam bidang bahasa.
"Biasanya anugerah ini diberikan perseorangan yang peduli pada pelestarian bahasa di universitas, dan jarang dikasi ke program masyarakat. Mereka tertarik dengan ini karena proyek ini dari masyarakat untuk masyarakat," kata Alissa saat konferensi pers di Denpasar, Rabu (28/11/2018).
Menurutnya Bahasa Bali merupakan salah satu dari 7000 bahasa daerah di dunia dimana sekitar 652 bahasa tersebut ada di Indonesia.
Setiap dua atau tiga minggu satu bahasa lokal tersebut hilang.
"Jika bahasa lokal hilang otomatis kebudayaan juga akan hilang," jelas Alissa.
Dalam kamus online ini menggunakan tiga bahasa yaitu Bahasa Bali, Bahasa Indonesia dan juga Bahasa Inggris yang kini sudah diakses oleh setengah juta penduduk dunia.
Dan kini sudah diakses sebanyak 80 negara.
"Tahun depan kami akan menambah dengan bahasa Jawa, Sasak, Bugis dan terbuka untuk umum dan setiap orang bisa menambahkan kata di kamus tersebut," katanya.
Ia juga mengatakan di daerahnya di Amerika Serikat bahasa lokal sudah punah.
"Di negara saya sudah terlambat dan bahasa lokal sulit bisa hidup lagi. Karena pemerintah di sana juga tidak peduli bahasa lokal," tuturnya.