Ini Isi Ceramah Kasatpol PP Denpasar Pada 5 PSK, Singgung Tarif Rp 50 Ribu hingga Panggilan Dakocan
ayoga mengatakan, bahwa di Denpasar banyak ada PSK yang berkedok Dakocan (Dagang Kopi Cantik).
Penulis: Ragil Armando | Editor: Rizki Laelani
Ini Isi Ceramah Kasatpol PP Denpasar Pada 5 PSK, Singgung Tarif Rp 50 Ribu hingga Panggilan Dakocan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Lima Pekerja Seks Komersial (PSK) yang biasa mangkal di Jalan Bung Tomo Gang I Denpasar diamankan Satpol PP Kota Denpasar.
Mereka diamankan saat sedang menunggu pelanggan pada Senin (8/4/2019) malam.
Seorang PSK mengaku dirinya sudah tinggal setahun di Bali.
Wanita yang tak mau namannya disebut ini, tinggal di Batubulan, Gianyar.
Dia mulai ke tempat "kerja" untuk mangkal di Jalan Bung Tomo, Denpasar sekitar pukul 20.00 Wita
Yang mencengangkan tarifnya sekali kencan hanya Rp 50 ribu.
Itupun dipotong sewa kamar Rp 10 ribu.
"Ya saya kerjanya sendiri (tanpa mucikari) cuma dapat Rp 40 ribu untuk satu pelanggan," kata perempuan asal Lombok ini saat diwawancarai di Kantor Satpol PP Denpasar, Selasa (9/4/2019) siang.
Kasatpol PP Kota Denpasar, Dewa Gede Anom Sayoga mengatakan kelima PSK ini akan disidang tipiring esok, Rabu (10/4/2019) di Pengadilan Negeri Denpasar berasama pelanggar Perda lain.
"Besok sidang di pengadilan pagi. Hari ini masih pembinan," katanya.
Baca: VIDEO! SEDANG BERLANGSUNG Live Streaming Final Piala Presiden Persebaya Vs Arema FC
Sayoga mengatakan, bahwa di Denpasar banyak ada PSK yang berkedok Dakocan (Dagang Kopi Cantik).
"Agama apapun tidak pernah menganjurkan umatnya jadi pelacur. Makanya kami angkat dia dari lembah hitam ke posisi yang sebenarnya. Kita kasi ceramah agar mau kembali ke peran wanita yang sebenarnya," kata Sayoga.
Pengamanan ini dikarenakan ada keluhan dan aduan dari masyarakat.
Selain itu di daerah tersebut juga memang termasuk pemukiman padat sehingga pihaknya mengaku terus melakukan pemantauan.
Ia mengatakan PSK yang diamankan kebanyakan berasal dari Jawa Timur khusunya Jember dan Banyuwangi.
"Kami wajib ingatkan, dan kita tahu tidak ada seorang kelak saat dewasa bercita-cita jadi WTS. Kami tidak kearah tindakan represif, namun ke tindakan pembinaan untuk pencegahan," katanya. (*)