Mediasi 7 Pekerja yang Dipecat dengan RSU KDH Bros Buntu, Manajemen RS Tantang ke Pengadilan
Mediasi Komisi IV DPRD Bali, terhadap manajemen Rumah Sakit Umum (RSU) Karya Dharma Husada (KDH) Bros, Singaraja dengan pekerja ‘buntu'
Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mediasi Komisi IV DPRD Bali, terhadap manajemen Rumah Sakit Umum (RSU) Karya Dharma Husada (KDH) Bros, Singaraja dengan pekerja ‘buntu’.
Tidak ada kesepakatan keduanya, manajemen menantang dibawa ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Manajemen RSU KDH Bros tidak memperpanjang kontrak 7 pegawainya yang sudah harus berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) alias karyawan tetap dengan beberapa alasan.
Manajemen RSU KDH Bros menyampaikan beberapa alasan mengapa tidak memperpanjang kontrak karyawannya.
Perwakilan manajemen, Ketut Simpen menyebut pihaknya tidak memperpanjang kontrak karyawan karena alasan masa kontrak berakhir, kemudian setelah evaluasi, perusahaan tidak membutuhkannya lagi.
Pihaknya beralasan ada dugaan tindak pidana pembobolan IT dan alasan skill karyawan.
Baca: Ini Tiga Usulan Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Terkait Ranperda Tenaga Kerja di Bali
Ia menambahkan alasan tidak mengangkat menjadi karyawan berstatus PKWTT karena pertama, alasan evaluasi kinerja.
Kedua, tidak ada pasal yang mengharuskan setelah PKWT (kontrak) menjadi PKWTT (karyawan tetap).
“Setelah kontrak 3 tahun, putus kontrak karena kami tidak memerlukan lagi, ya sudah selesai,” ucapnya di Kantor DPRD Bali, Rabu (19/6/2019).
Dikonfirmasi usai mediasi, Simpen enggan dimintai tanggapannya.
Pihaknya juga menolak saran DPRD mengakhiri polemik dengan mempekerjakan kembali karyawannya, dan tetap ngotot mempersilakan kepada pihak-pihak yang tidak puas ke PHI.
“Saya manajemen berada di bawah ‘kaki tangan’ (pemilik). Kita Mohon maaf sekali. Kita percaya pada peraturan perundang-undangan. Kita bawa ke proses hukum (pengadilan),” ujarnya.
Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta menyampaikan pihaknya menginginkan dalam mediasi itu supaya karyawan yang ingin bekerja lagi agar diterima kembali, karena sesungguhnya dasar pemutusan hubungan kerja tidak jelas.
“Yang saya sayangkan adalah cara-cara perusahaan yang ingin merekrut tenaga kerja baru dengan cara mengeluarkan pekerja lama ketika mereka menuntut hak-haknya. Ini cara-cara klasik dalam dunia perburuhan di Bali,” kata Parta.
Permasalahan ini muncul diawali ketika para karyawan yang menuntut hak-haknya karena merasa masa kerjanya sudah cukup, dan dari Dinas Tenaga Kerja, juga sudah merekomendasikan secara tertulis agar pekerja dijadikan karyawan tetap.