Pemerintah Rusia Protes Karena Tidak Dilibatkan dalam Investigasi Malaysia Airlines MH17
Pemerintah Rusia, Rabu (19/6/2019), melakukan protes karena tidak dilibatkan dalam investigasi jatuhnya Malaysia Airlines MH17 meski sudah secara
Pemerintah Rusia Protes Karena Tidak Dilibatkan dalam Investigasi Malaysia Airlines MH17
TRIBUN-BALI.COM, MOSKWA - Pemerintah Rusia, Rabu (19/6/2019), melakukan protes karena tidak dilibatkan dalam investigasi jatuhnya Malaysia Airlines MH17 meski sudah secara proaktif ingin bergabung.
Tim investigasi gabungan ini terdiri atas para penyidik dari Australia, Belgia, Malaysia, Belanda, dan Ukraina.
Pemerintah Rusia tahun lalu bersikukuh bahwa misil yang dilepaskan dari sistem pertahanan BUK ditembakkan pasukan Ukraina.
Rusia menambahkan, sistem persenjataan tersebut sudah berada di Ukraina sejak masa Uni Soviet.
Sementara itu, Belanda dan Australia pada Mei tahun lalu secara resmi menyebut Rusia bertanggung jawab atas tragedi itu.
Sebelumnya, tim penyidik internasional menetapkan empat orang tersangka terkait penembakan pesawat Malaysia Airlines MH17 di atas wilayah pemberontak Ukraina pada 2014.
Baca: Stadion Dipta Masuk Pertimbangan PSSI untuk Piala Dunia U20, Ratu Tisha Beberkan Alasannya
Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini Rabu 19 Juni 2019, Dewi Cinta Menghampiri Cancer, Gemini Untung Besar
Tim yang dipimpin Belanda itu mengatakan segera menuntut warga Rusia Igor Girkin, Sergey Dubinskiy, dan Oleg Pulatov.
Satu tersangka lain adalah warga Ukraina Leonid Kharchenko terkait dalam tragedi yang menewaskan 238 orang tersebut.
"Hari ini kami menerbitkan surat penangkapan internasional untuk para tersangka pertama yang akan kami tuntut. Mereka akan ditempatkan dalam daftar buronan nasional dan internasional," kata Wilbert Paulissen, kepala kepolisian nasional Belanda.
Jaksa Fred Westerbeke mengatakan, keempat orang itu dinyatakan sebagai tersangka karena membawa senjata BUK Telar ke wilayah timur Ukraina.
Tim investigasi ini pada Mei 2018 mengatakan, sistem anti-serangan udara BUK tersebut berasal dari brigade ke-53 AD Rusia yang berbasis di kota Kursk.
Keluarga korban mengatakan, telah mendapat informasi pengadilan atas keempat orang itu akan dimulai pada 2020.
Meski keempatnya kemungkinan besar akan diadili secara in absentia karena Rusia tidak pernah mengekstradisi warganya untuk menjalani proses hukum di negara lain.
"Sebagai langkah awal, saya amat puas. Saya gembira bahwa pengadilan akan segera dimulai dan nama-nama tersangka sudah diumumkan," kata Silene Frederiksz, yang kehilangan putra dan menantunya dalam tragedi itu.
Lebih jauh, Silene mengatakan, secara pribadi dia menyalahkan satu orang yang memungkinkan tragedi itu terjadi.