Citizen Reporter

Manusia Tiga C

Terbaik, Pertama, dan Terpuji. Yang ”pertama belum tentu terbaik”. Akan tetapi yang ”terbaik, pasti pertama terpuji”.

Editor: imam hidayat

Manusia Tiga C

Bhikkhu Dhammasubho - Ketua Dewan Sesepuh Sangha Theravada Indonesia

Dahulu, kata "cacat" masih sering diperdengarkan.  Orang, meng-idam-idam-kan bisa memiliki  harga diri tidak catat, bersih tanpa noda, dan berwibawa. Oleh karena bila cacat, jatuh nilai harga dirinya. Malu!

Kita sepakat tentang arti dari sebuah kata "cacat".  Apapun bila cacat, jatuh harganya. Terdapat tiga jenis cacat dalam kehidupan manusia, yaitu; cacat sosial, cacat moral dan cacat spiritual.

Cacat sosial, misalnya, pinjam sesuatu tidak mau mengembalikan kepada pemiliknya. Hutang tidak mau membayar hutangnya. Janji-janj tidak ditepati. Dengan mudah lingkungan memberi predikat terhadapnya "cacat sosial". Pesannya "hati-hati" sama dia. Dia itu, aktifitas sosialnya tidak baik, ucapannya lain dengan tindakannya!

Cacat moral, kamus bahasa barat menyebut "morality". Akan tetapi asal aslinya bahasa (Pali) adalah "Sila". Dalam bahasa Pali, arti sebuah kata "sila" atau "moral", yaitu; "tidak membunuh; tidak mencuri; tidak bertindak asusila; tidak berbohong; tidak mabuk-mabukkan" (Pancasila Buddhis). Dalam istilah indah Javanology "mo limo atau lima M", yaitu; Madad (minum opium, narkoba, mabuk-mabukan), Madon (mempermainkan perempuan), Main (berjudi), Maling (pencuri), Memateni (pembunuh).

Cacat spiritual, berkait dengan nilai hidup. Bagi yang hidupnya bernilai tinggi, bersih tanpa noda, tidak cacat. Ia akan meninggal dengan tenang. Beda dengan yang nilai hidupnya rendah, rapotnya merah-merah, rata-rata saat meninggalnya susah. Mati tersiksa, atau secara terpaksa disiksa harus mati terbunuh musuh atau mati hilang secara misteri.

Sepanjang sejarah peradaban, hidup bersih, tanpa noda, tidak cacat, keberadaanya dipuja-puja. Selalu kehadiranya ditunggu-tunggu. Nasehatnya didengar, petunjuknya diikuti, perilakunya ditiru. Diidam-idamkan bisa menjadi pengayom, pengayem umat, sebagai pemimpin rakyat yang bijak bestari dan menenteramkan

 

Terpuji

Terbaik, Pertama, dan Terpuji. Yang ”pertama belum tentu terbaik”. Akan tetapi yang ”terbaik, pasti pertama terpuji”.

Banyak sekali orang, , mau dirinya menjadi yang ”pertama dipuji”. Akan tetapi, sedikit sekali orang, mau berbuat yang ”terbaik” hingga dirinya terpuji. Justeru karena tindak-tinduknya tidak baik, sulit bisa dipuji..

Bagi orang tidak cacat, bersih dari segala noda, kapan saja dan di mana saja, dirinya menjadi yang pertama, terbaik, dan terpuji. Patut, dan pantas mejadi contoh suri tauladan dalam hal kebajikan dan menenteramkan.

Sesuatu yang dinyatakan baik, bersih tanpa noda, nilai hidupnya tidak cacat, dan menenteramkan, ukuranya adalah ”kebajikan”. Mengukur ”kebajikan” lain dengan mengukur kepintaran, beda dengan mengukur kemenangan, kekayaan, pangkat dan kedudukan. Bodoh-pintar—ukuran pendidikan. Menang-kalah—ukuran politik dan kekuasaan. Untung-rugi---ukuran berdagang.

Ukuran---kabajikan adalah, sesuatu itu, (seseorang juga maksudnya), adalah apabila; tidak cacat sosial, tidak cacat moral, dan tidak cacat spiritual.                                                         

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved