Semarak Piala Dunia di Bali
Teknologi vs Kejujuran
Teknologi garis gawang mendeteksi bola sudah masuk
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - BERAWAL dari sepakan menyilang striker Prancis Karim Benzema dari sisi kanan pertahanan Honduras, bola membentur tiang gawang sebelah kiri dan memantul ke tanah.
Bola lalu mengarah ke kiper Noel Valladares yang gagal menangkap dengan sempurna sehingga justru memantul masuk ke gawang. Valladares berupaya menjangkau bola dan dia memang berhasil menangkapnya.
Tapi itu terjadi di belakang garis gawang. Teknologi garis gawang mendeteksi bola sudah masuk. Dalam tayangan ulang menggunakan teknologi tersebut, bola 100 persen sudah melewati garis gawang.
Wasit Sandro Ricci asal Brasil pun memastikan bahwa gol untuk Prancis dengan kiper Valladares dinyatakan melakukan gol bunuh diri. Teknologi garis gawang akhirnya melakukan "debutnya" di ajang internasional.
Itulah sejarah pertama kalinya teknologi garis gawang "memutuskan" sah atau tidaknya sebuah gol. Teknologi garis gawang hanya digunakan untuk mendapat informasi apakah bola sudah melewati garis gawang atau tidak.
Jika bola sudah melewati garis gawang, teknologi ini akan secara otomatis mengirimkan pesan kepada official pertandingan hanya dalam hitungan detik. Pesan tersebut akan ditampilkan di jam tangan wasit serta timnya.
Brasil 2014 menjadi Piala Dunia pertama yang diputuskan FIFA untuk menggunakan teknologi garis gawang. Sebelumnya, teknologi ini sudah digunakan di Piala Dunia FIFA Antarklub 2012 dan 2013, serta Piala Konfederasi FIFA tahun lalu di Brasil.
Peralatan tersebut dipakai FIFA demi menghindari terjadinya gol-gol siluman, atau meminimalkan kontroversi pada momen di mana bola sulit diketahui apakah sudah melewati garis gawang atau belum dengan mata telanjang.
Dalam setiap perhelatan besar, selalu terjadi momen-momen krusial terkait gol. Apakah bola sudah masuk gawang atau belum. Dan keputusan wasit, entah itu dianggap gol atau tidak, selalu saja memunculkan kontroversi.
Pada laga Inggris versus Jerman di Piala Dunia 2010, sebuah tendangan keras gelandang Inggris Frank Lampard sudah menyentuh tanah dan melewati garis gawang setelah membentur bawah mistar.
Namun kiper Jerman Manuel Neuer yang berhasil menangkap bola pantulan dari tanah, dengan cepat langsung menendang bola ke depan. Wasit pun tak punya cukup waktu menyaksikan momen kilat tersebut. Akhirnya tak ada peluit tanda gol.
Dalam tayangan ulang, bola jelas-jelas melewati garis gawang. Dalam laga itu, Inggris pun menyerah 1-4 dan tersingkir di babak 16 besar. Momen lainnya pada laga Ukraina kontra Inggris di pentas Euro 2012. Kali ini Inggris yang "diuntungkan".
Saat itu bek Inggris John Terry menghalau bola tendangan pemain Ukraina Marco Devic yang sudah masuk ke gawang Joe Hart. Namun wasit asal Hungaria, Victor Kassai, tidak menganggap telah terjadi gol. Inggris akhirnya menang 1-0.
FIFA akhirnya memutuskan memakai teknologi garis gawang. Presiden FIFA Sepp Blatter menilai teknologi garis gawang akan meminimalkan kontroversi. Namun keputusan federasi sepakbola dunia ini tak sepenuhnya mendapat dukungan.
Presiden UEFA Michel Platini menolak mentah-mentah penggunaan teknologi. Baginya keberadaan teknologi itu di lapangan justru akan mengurangi esensi sepak bola itu sendiri. Pertandingan sepak bola tak ubahnya seperti permainan Playstation.
Penolakan Platini pantas mendapat apresiasi. Ia menginginkan sepakbola tetap memiliki rasa "kemanusian" dengan memunculkan sebuah drama yang akan terus dibicarakan semua orang.
Dan sebenarnya teknologi garis gawang memang tidak dibutuhkan. Tapi itu dengan catatan, semua yang terlibat dalam permainan ini, khususnya sang pemain di lapangan, berani bersikap jujur.
Misalnya bila pemain atau kiper melihat bola memang sudah masuk ke gawangnya, ia harus jujur bilang masuk. Coba seandainya Valladares jujur mengatakan bola sudah melewati garis gawang, tentu tak perlu lagi ada teknologi garis gawang.
Cuma ini memang menjadi masalahnya. Meski ada motto fair play, kebanyakan orang-orang sulit berbuat atau berkata jujur. Bahkan terhitung langka. Seperti slogan KPK; Berani Jujur Hebat. (*)