Semarak Piala Dunia di Bali
Tak Ada Lagi Jogo Bonito dan Total Football
Brasil yang sudah menjadikan sepak bola seperti agama,
TRIBUN-BALI.COM - JOGO Bonito dan Total Football. Inilah dua gaya permainan sepakbola yang menjadi trade mark Brasil dan Belanda. Keduanya-duanya memiliki keistimewaan dan sangat menghibur.
Brasil yang terkenal sebagai "pabrik" alami pemain-pemain bertalenta, dengan skill individu luar biasa, mengusung jogo bonito alias permainan indah dengan berbagai trik magis dan gol-gol penuh pesona. Di lapangan hijau, mereka bagai penari Samba; menari-nari dan berdansa dengan bola.
Brasil yang sudah menjadikan sepak bola seperti agama, selalu memunculkan para pemain fenomenal yang dipuja. Mulai dari kemolekan kaki seorang Garrincha, kehebatan Socrates, Zico, Romario, Ronaldinho, hingga pemain fenomenal layaknya Pele dan Ronaldo.
Tak kalah dengan Belanda --yang mengusung total football. Inilah permainan sepakbola menyerang yang diperkenalkan dan dipopulerkan Rinus Michels bersama Ajax Amsterdam dari 1963-1973 kemudian diadopsi ke Tim Oranye pada Piala Dunia 1974.
Total football adalah taktik permainan yang memungkinkan semua pemain bertukar posisi (permutasi posisi), kecuali kiper, secara konstan sambil menekan pemain lawan yang menguasai bola.
Seluruh pencinta sepakbola, saya dan juga Anda, pasti selalu merindukan sajian indah dari lapangan hijau. Termasuk permainan ala jogo bonito dan total football. Gaya permainan yang tak hanya untuk mencari kemenangan tapi juga menghibur penikmatnya.
Sayangnya, keinginan tersebut tak bisa terpenuhi pada perhelatan akbar Piala Dunia 2014 yang sudah memasuki episode krusial di penyisihan grup. Definisi "sepakbola indah" sudah ditinggalkan dengan pemikiran yang lebih pragmatis. Tim-tim hanya mengutamakan kemenangan, bagaimana pun caranya.
Hal ini terang-terangan diakui penyerang Timnas Brasil, Neymar. Ia tidak tertarik untuk memainkan sepak bola indah.
“Sepak bola indah adalah hal terakhir yang ingin kami lakukan. Kami hanya ingin menang.” Begitu ucap Neymar dilansir dari situs resmi sepak bola Brasil. Terbukti memang, Brasil sama sekali tak memperlihatkan gaya jogo bonito dalam tiga laga di Grup A. Tim Samba berubah menjadi tim yang pragmatis, tidak seperti para pendahulunya.
Ini juga tak lepas dari peran Pelatih Luiz Felipe Scolari, yang memang dikenal pragmatis. Saat Piala Dunia 2002, Scolari sukses membawa Brasil dengan gaya pragmatisnya tersebut.
Belanda juga tidak identik lagi dengan total football. Meski berhasil memenangi tiga laga dan menjuarai Grup B, Pelatih Louis van Gaal menyebut timnya hanya mengutamakan kemenangan dengan cara bermain berbeda.
"Kami tidak memainkan sepakbola menyerang yang menjadi ciri khas kami. Kami meraih tiga angka dengan bermain pragmatis," kata Van Gaal, yang meninggalkan formasi pakem 4-3-3 dengan pola 5-3-2.
Permainan sepak bola tak bisa dipungkiri semakin berkembang dengan fokus pada taktik. Alhasil, nasib permainan indah mulai terjepit. Apalagi saat pemain dan pelatih sudah berpikir pragmatis dengan hanya mementingkan hasil akhir.
So, sebagai penikmat, kita pun sekarang hanya perlu menunggu hasil akhir sebuah pertandingan. Tanpa terpenuhinya harapan untuk menyaksikan permainan yang menawan. (*)