Griya Style
Senang Rumah Panggung Karena Unik, Simple, Sederhana dan Elegan
Kediaman pengusaha muda, Bagus Galih Hastosa (23)
Penulis: Ni Ketut Sudiani | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pengusaha muda, Bagus Galih Hastosa (23), kemudian mengajak Tribun Bali melihat-lihat bangunan di halaman dalam.
Hal-hal yang merupakan bagian inti, terdapat di halaman dalam. Sama halnya dengan bangunan suci pura, dipilah menjadi beberapa bagian, dari bagian depan, tengah, dan dalam.
Bangunan rumah tersebut juga menggunakan filosofi arsitektur Bali, sesuai dengan kosala-kosali yang berlaku dalam kepercayaan Hindu.
Dalam arsitektur Bali, terdapat pakem-pakem tertentu yang menjadi pegangan saat menentukan posisi bangunan.
Misalkan saja, sanggah (pura keluarga), selalu berada di pojok, di timur laut. Sementara penunggu karang (pura penjaga pekarangan rumah) dibangun di bagian barat laut.
Selain itu, di halaman dalam terdapat satu ruang keluarga yang juga digunakan untuk tempat menerima tamu.
Terdapat sejumlah feature yang dipajang, seperti patung kayu, lemari kecil untuk buku dan majalah, serta beberapa foto keluarga.
Keempat sisi ruang tamu terbuka itu ditutupi dengan tirai bambu. Selain di halaman pertama, pada halaman dalam juga dibuat rumah panggung, letaknya tepat di atas ruang keluarga.
Saat Tribun Bali menyusuri rumah panggung itu dengan menaiki tangga kayu, di dalamnya kosong. "Dulu kakak saya yang tidur di sini. Tapi sekarang kosong karena ia sudah bekerja di Singapore," tutur Galih.
Bangunan panggung itu dibuat sederhana, kesemuanya berbahan kayu. Di dalamnya terdapat satu tempat tidur, satu meja belajar, satu rak buku dan lemari pakaian.
Meja belajar diletakkan menghadap jendela, sehingga ketika belajar, bisa langsung melihat pemandangan alam di depannya.
"Kami senang rumah panggung, karena selain unik, simple, juga sederhana dan elegan," ucap Galih.
Pada sisi utara, tampak sebuah bangunan besar, ukiran di pilar dan pintunya begitu khas Bali, menggunakan tokoh-tokoh.
Sebagaimana disampaikan Galih, pada ukiran pintu dan jendela selalu diisi dengan burung merak.
"Awalnya, kamar itu akan dikosongkan, sebagai ruang yang disucikan. Tapi belakangan, ayah dan ibu yang menempatinya," jelas Galih.
Di halaman dalam juga terdapat satu bangunan untuk kamar, bale yang digunakan saat melangsungkan upacara keagamaan, dan dapur, lengkap dengan tempat makan yang dibuat terbuka.
"Apabila ada upacara pernikahan, potong gigi, dan lainnya, semua banten (upakara), diletakkan di Bale Dangin itu," terangnya.
Guna menambah suasana alami, dan memberikan aura kedamaian, di sekitar kebun dipajang sejumlah patung yang mewakili ketenangan, semisal patung Budha, Ganesha, dan Dewa-Dewi.
Pada setiap beranda bangunan juga dihiasi dengan meja dan kursi. "Ya, inginnya seperti semi villa juga. Pagi hari bisa duduk di sana." (*)
