Sarbagi Region
Pengiring Beberapa Kali Hujamkan Keris di Dada
Tapakan Ida Bhatara Pura Puseh Batan Nyuh Desa Suwat
Penulis: I Putu Darmendra | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN-BALI. COM, GIANYAR - Kendati belum dipasupati, tapakan Ida Bhatara Pura Puseh Batan Nyuh. Desa Suwat, Gianyar seakan membawa energi magis, Selasa (9/9/2014).
Saat tiba di perbatasan desa, sejumlah pengiring mengalami kerauhan (kerasukan). Anak ayam warna hitam menjadi menu wajib untuk dicabik-cabik serta dimakan hidup-hidup.
Suasana mistik seakan semakin terasa, ketika tapakan memasuki Pura Puseh, pura yang menjadi simbol suci.
Beberapa pengiring yang kerauhan bahkan tak kunjung sadarkan diri, mereka berteriak meminta keris.
"Yening tan polih keris, tiang tan ngidang (kalau tidak dapat keris, saya tidak bisa)," begitu teriakan seorang pengiring, sambil memejamkan mata dan merintih.
Agar berjalan secara cepat, Jero Mangku Puseh Batan Nyuh memutuskan, untuk memberikan dua bilah keris.
Di hadapan Tapakan Ida Bhatara Ratu Mas, mereka menghujamkan keris ke arah dada beberapa kali sebelum satu-per satu tumbang dan mulai sadarkan diri.
Kemarin, adalah hari di mana Tapakan Ida Bhatara Pura Puseh Batan Nyuh selesai dipembaharui. Saat ini krama desa mengusung Tapakan berupa satu barong dan tiga rangda sebagai simbol perlindungan.
Sementara celuluk, topeng sidakarya dan topeng kera akan digunakan untuk kelengkapan upacara dan pementasan hiburan calonarang.
Klian Pura Puseh Batan Nyuh, I Ketut Sukawinata ditemui Tribun Bali sesuai meletakkan tapakan di balai piasan mengatakan, ritual ini akan berlanjut pada, Sabtu (13/9/2014).
Saat itu, semua tapakan akan dibawa ke setra (kuburan) untuk melakukan ritual pasupati. Ritual ini bertujuan untuk menghidupkan spirit tapakan agar memiliki kekuatan dan taksu.
"Sebelumnya krama Desa Suwat telah melaksanakan upacara Neges Ngentosin Patapakan Pratima Ratu Gede dan Ratu Ayu atau upacara memperbaharui barong dan rangda. Dua bulan telah berlalu, energi yang dulu dilebur dahulu, sekarang akan kita tarik lagi lewat ritual pasupati," jelasnya.
Pak Kacung sapaanya menuturkan ritual tak selesai sampai di sana, keesokan harinya tapakan akan dibawa ke pantai untuk melaksanakan upacara pemelastian.
Ritual ini akan berlanjut seminggu kemudian dengan mesolah dan nyegara gunung.
"Pasupati diibaratkan mengasah pisau tahap pertama, selanjutnya melasti diartikan mempertajam pisau tersebut. Jadi energi tapakan akan semakin sempurna jika kita menjalankan konsep ritual yang dimaksudkan. Tapakan ini juga sebenarnya sudah dari ratusan tahun lalu," ungkap dia. (*)