Sarbagi Region
"Taaaak" Satu per Satu Krama Berteriak dan Menangis Meraung-raung
Ritual Pasupati Pura Puseh Batan Nyuh, Desa Suwat Gianyar
Penulis: I Putu Darmendra | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Loudspeaker berbunyi sekitar pukul 21.00 Wita, Sabtu (14/9/2014).
Bendesa Adat Suwat memanggil warga beserta Pecalang ke Pura Puseh Batan Nyuh, Desa Suwat Gianyar.
Panggilan tersebut menandakan ritual Pasupati dan Ngerehin Tapakan akan segera dimulai.
Suasana pura mendadak ramai, kala itu aura mistik sudah terasa. Di hadapan tapakan terlihat berjejer sarana upakara yang akan dipakai untuk ritual Pasupati dan Ngereh.
Sekitar pukul 23.00 Wita, arahan kembali datang dari Bendesa, ia mengimbau kepada warga agar segera masuk ke Jeruan Pura karena ritual akan segera dimulai.
"Ainggih tiang nunas ring ida dane sareng sami manda rigelis ngerauhin Pura sawireh Pasupati jagi pacang kemargiang (saya mohon kepada warga agar segara datang ke pura kerena ritual Pasupati segera dimulai)," kata Bendesa Adat Suwat, I Wayan Sukamerta di loud Spears.
Tapakan dan sesaji yang bernama Segehan Agung diturunkan. Suara Banjra mengiringi lafalan mantra Jero Mangku Puseh Batan Nyuh. "Taaaak...," terdengar suara golok menyembelih seekor anak ayam.
Sontak rangkaian tersebut menjadi "lampu hijau" bagi Rerencangan Ida Bhatara untuk memasuki tubuh-tubuh warga.
Satu per satu krama mulai berteriak. Ada juga yang menangis meraung-raung. Bersahutan dan bertalu semakin banyak. Mereka meminta anak ayam berwarna hitam, telur mentah dan keris.
Suara Baleganjur seakan menjadi penyemangat, semakin keras iramanya maka pengayah akan semakin terbawa suasana.
Setelah hampir satu jam, proses Pasupatipun selesai. Kini, tapakan akan dibawa ke setra (kuburan) Desa Pekraman Suwat. (*)