Community
Komunitas Dewata Diecast Koleksi Mobil Mini Sejak SD
Punya Hobi Diorama dan Serunya Saat Balapan
Penulis: Niken Wresthi KM | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sebuah mobil Volks Wagen klasik berbentuk kotak atau lebih sering disebut VW Combi tampak di bawah pohon rindang.
Papan selancar dan ban cadangan terikat di atas kap mobil berwarna kebiruan yang mulai pudar itu.
Di sisi kirinya tampak sebuah bengkel berdinding seng selebar dua kali mobil tersebut. Di belakang VW jenis Combi ini terparkir pula mobil dengan jenis yang sama.
Tapi tunggu dulu, kedua mobil ini tidak sedang menunggu penumpangnya. Siapapun bahkan tidak akan bisa menaiki mobil ini.
Sebab ukurannya sangat mini, yakni sekitar 8x3 cm. Mobil, pagar jaring kawat, bengkel berdinding seng hingga pohon dan kerumunan rerumputan ini adalah bagian dari diorama yang dimiliki Arie Mudiyanto, penggila diecast atau biasa disebut diecaster.
"Diecast itu ya seperti ini, mainan, miniatur dari mobil sebenarnya," tutur Arie yang juga tergabung di Dewata Diecast, sebuah komunitas diecaster Denpasar. Miniatur ini diciptakan dalam variasi rasio ukuran yang berbeda-beda. Ukuran terkecil biasanya 1:150 dan terbesar mencapai 1:6.
"1:150 itu maksudnya seper-150-nya ukuran mobil aslinya," papar Anton Sarsono, kolektor sekaligus ketua Dewata Diecast. Diecast umumnya memiliki lisensi resmi dari brand atau merek mobil atau motor tertentu.
Selain miniatur dari merek mobil tertentu, diecast kadang juga merupakan miniatur mobil maya, atau tidak nyata.
"Seperti misalnya film Cars, kan nggak benar-benar ada mobilnya, tapi miniaturnya ada," tutur Anton yang mengaku mengoleksi diecast sejak duduk di bangku SD.
Ia juga menuturkan, rata-rata anggota Dewata Diecast ini hobi mengumpulkan miniatur mobil sejak SD.
Namun, mobil-mobil ini tak hanya bisa disimpan saja. Pada sebuah kompetisi diecast, ada dua macam kategori yang dilombakan. Yakni diorama dan balap.
Arie adalah seorang di antara personil komunitas diecast yang mengagendakan kopi darat setiap minggu ganjil ini untuk memfokuskan diri pada diecast diorama.
Diorama tidak hanya menampilkan satu unit miniatur, namun juga suasana yang diciptakan di sekitarnya.
Diorama juga menekankan penilaian pada hasil customize atau modivikasi. Seperti halnya diorama suasana bengkel yang diciptakan sendiri oleh Arie.
Suasana bengkel diciptakan dari benda-benda bekas yang dimodifikasi, pun demikian dengan mobilnya.
"Kalau diorama biasanya yang dinilai keunikan, detail, dan keharmonisan tema dan mobil," papar laki-laki yang berkat diorama bengkel ini membawa pulang piala juara III dari kompetisi di Jogjakarta 2013 lalu.
Selain diorama, miniatur mobil yang tidak menggunakan mesin ini pun bisa difungsikan sebagai mobil balap.
Namun, karena diecast tidak dilengkapi mesin, pada kompetisi balap, adu kecepatan benar-benar mengandalkan gravitasi.
"Track-nya dibuat ada turunan gitu memang, untuk memanfaatkan gravitasinya," ujar Rudi, pria berkacamata yang toko mainannya yang terletak di Jalan Pattimura sering dijadikan tempat berkumpul diecaster lain.
Track pada kompetisi balap diecast biasanya seluruhnya sepanjang 30 meter, dengan tinggi turunan 3 meter. Karena berbasis gravitasi, laju diecast ditentukan berat atau bobot miniatur mobil.
Selain itu, keserasian bodi diecast serta pelumas yang diterapkan pada ban juga memengaruhi.
Pelumas yang digunakan bukan pelumas yang biasa diaplikasikan pada motor asli. Sebab, dinilai terlalu kental.
"Kalau untuk pelumas, kita biasa ngeracik sendiri, campuran oli asli motor sama minyak urang-aring dan zaitun, untuk dapetin encernya," papar Arie sambil melempar tawa. (*)