Simpang Ring Banjar
Pentas Wayang Berbahasa Inggris
I Ketut Sudirawan membentuk sebuah sanggar seni tari Windhu Candra Budaya. Padahal ia tidak begitu paham mengenai kesenian tari.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Iman Suryanto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sebelum tahun 1997, minat anak-anak di Kecamatan Blahbatuh terhadap kesenian sangat minim. Hal ini membuat I Ketut Sudirawan membentuk sebuah sanggar seni tari Windhu Candra Budaya. Padahal ia tidak begitu paham mengenai kesenian tari.
Selain membina anak-anak dalam kesenian tari, Sudirawan juga belajar seni pedalangan pada I Gusti Aji Kompiang di Sukawati. Membuatnya menekuti pedalangan didorong oleh rasa simpati terhadap krama banjarnya, yang setiap menggelar ritual keagamaan, selalu kesulitan mencari dalang.
"Sekarang saya sudah biasa pentas. Selain pentas Wayang Wali, juga dikontrak oleh Vila Kayu Manis. Di sana saya pentas wayang menggunakan bahasa Inggris," ungkapnya.
Untuk menghidupkan sanggar tari yang didirikannya, Sudirawan menggandeng seniman muda saat itu, yakni I Wayan Mika dan Ni Ketut Diah yang merupakan lulusan SMKI.
"Tahun itu, pariwisata disokong oleh kesenian tari. Karena anak-anak di Blahbatuh sangat minim bakatnya dalam seni tari, saya pun membuat sanggar ini. Tujuannya untuk menarik wisatawan ke Blahbatuh," ujarnya, Kamis (22/1).
Kepada Tribun Bali, pria 47 tahun ini mengatakan saat ini sanggar seninya mulai berkembang. Sebab saat ini istrinya, Ni Ketut Rusmini, yang merupakan lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar juga aktif membantu mengembangkan sanggar ini.
"Dulu, yang diajarkan hanya tarian pelegongan, tapi sekarang sudah berkembang ke tari kreasi. Saat ini ada 60 anak yang belajar di sini," ungkapnya.
Belum lama ini, Sudirawan menggelar lomba gender yang melibatkan seniman gender anak-anak se Kabupaten Gianyar. Piala yang direbutkan pun tidak tanggung-tanggung, yakni Piala Bupati Cup. Kata dia, tujuan dari lomba gender ini adalah untuk merangsang minat anak-anak menekuni kesenian tradisional tersebut.
"Gianyar dikenal sebagai daerah seni karawitan. Tapi sayang, kenyataannya, tidak ada anak SD hingga SMA yang mahir bermain gender. Karena itu, saya mengusulkan pada bupati untuk mengadakan lomba gender dengan memperebutkan Piala Bupati Cup," ujarnya.
"Saat minta izin ke Bupati Gianyar, beliau mengapresiasi. Bahkan beliau berkata kenapa hanya tingkat Gianyar dan se Bali. Tapi, karena baru pembukaan, makanya saya hanya minta tingkat kabupaten Gianyar saja," ungkapnya.(*)