Wow, Bale Kulkul dari Batu Padas Taro Rp 50 juta

Harga yang ditawarkan untuk struktur bangunan style Bali termasuk harga pemasangannya mulai dari harga Rp 1,5 juta hingga Rp 50 juta.

Tribun Bali
I Komang Arta Adi tengah menggunakan mesin untuk memotong batu padas Taro di rompok Godel, Jumat (13/3/2015). 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tak banyak warga melakukan aktivitas di jalanan Banjar Tatag, Desa Taro, Tegallalang, Gianyar, Bali. Kontras dengan keadaan di wilayah tegalan banjar setempat.

Orang tua, remaja, lelaki dan perempuan hilir mudik di sana. Ada yang duduk-duduk di bawah pepohonan, ada yang berjalan sembari memikul kayu bakar.

Di tegalan ini pula I Ketut Suda alias Godel membuka rompok untuk usaha sanggah dan bangunan style Bali, seperti angkul-angkul, bale kulkul dan bangunan lainnya yang terbuat dari batu padas Taro.

Dari penuturan I Made Sumantra, seorang pekerja yang juga kakak dari Godel, batu padas Taro merupakan tanah hitam dari Desa Abuan Kintamani lalu dicetak di Banjar Tatag menjadi batu padas, sehingga dinamai batu padas Taro.

Harga bahan baku, yakni tanah hitam, kata Sumantra, setiap waktu bisa berubah-ubah. Terlebih lagi saat musim hujan. Harga normalnya Rp 1 juta per truk, bisa mencapai Rp 1,5 juta per truk.

"Itu karena saat mencari tanah hitam, mereka harus masuk terowongan dan mempertaruhkan nyawa. Karena itu harganya naik," ujarnya, Jumat (13/3/2015) pagi.

Usaha yang didirikan Godel sejak tahun 2000 ini telah menyerap tujuh orang pekerja yang berasal dari Banjar Tatag. Hal tersebut berdampak positif pada setiap kegiatan adat dan kedinasan di Banjar/Desa Pakraman Tatag.

Sebab, di Banjar Tatag, sebagian besar warga bekerja keluar banjar. Namun, dengan bekerja pada usaha Godel, sedikit tidaknya ada krama banjar produktif yang masih berada di lingkungan banjar.

I Komang Arta Adi, mengatakan Godel tidak hanya memproduksi. Namun juga memasangkan jualannya di pekarangan rumah pembeli. Harga yang ditawarkan untuk struktur bangunan style Bali ini mulai dari harga Rp 1,5 juta hingga Rp 50 juta.

"Yang paling murah itu Pelinggih Taksu. Sementara yang mahal itu angkul-angkul (tembok pekarangan) Rp 30 juta dan bale kulkul Rp 50 juta, sebab menghabiskan banyak bahan baku," tandasnya.

Di sepanjang jalan Desa Taro, ada puluhan pengusaha bangunan style Bali. Meski demikian, setiap pengusaha tidak pernah sepi pesanan. Bahkan, dari tujuh pengusaha yang Tribun Bali temui, mengatakan tidak ada satu pun membuka kios untuk menjajakan barang produksi mereka karena kewalahan.

I Komang Nuada,mengatakan, pihaknya tidak pernah sepi orderan. Setiap selesai mengerjakan satu rumah, pesanan lainnya selalu menunggu. "Sejak tahun 2000, selalu ada pesanan. Tidak pernah menganggur. Bahkan kami sampai kewalahan. Mungkin penyebab larisnya karena Taro dikenal sebagai kampung pembuat bangunan," ujarnya sembari memahat batu padas.

Hal senada juga dikatakan I Komang Arta Adi. Karena terlalu banyaknya pesanan dan pelanggan tidak bosan menunggu, pihaknya tidak lagi mengerjakan secara manual atau dipahat. Namun menggunakan mesin dan gerinda.

"Di Taro hanya kami satu-satunya menggunakan mesin. Pengusaha lainnya masih manual. Menggunakan mesin supaya proses pengerjaannya cepat dan barangnya lebih halus," tandasnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Medium

Large

Larger

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved