Ini Ogoh-ogoh Raksasa dengan Panjang 12 Meter dan Berat 2 Ton
Para pemuda Banjar Bengkel, Denpasar, Bali menggarap ogoh-ogoh leak celuluk setinggi 5 meter, panjang 12 meter dan bobotnya mencapai 2 ton.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: mshudaini

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Suatu hari saat Nyepi di Banjar Bengkel, anak-anak keluar ketika malam hari dalam keadaan gelap tanpa lampu. Ketika hendak balik pulang ke rumah masing-masing, beberapa orang melihat penampakan celuluk di gang-gang yang dianggap seram. Kejadian ini terjadi sekitar pukul 23.00-00.00 Wita, saat senter dinyalakan penampakan langsung seperti celuluk pun terlihat terang. Inilah yang menjadi inspirasi pembuatan ogoh-ogoh celuluk raksasa oleh Pemuda ST Yowana Padma Cita.
Para pemuda berkumpul di tempat parkir Taman Budaya Art Centre, Denpasar pada Minggu. Saat weekend, mereka menggarap ogoh-ogoh leak celuluk setinggi mencapai 5 meter, panjang 12 meter dan bobotnya mencapai 2 ton. Ogoh-ogoh ini adalah seri ketiga dari ogoh-ogoh tahun sebelumnya dengan tema Nircaya Lingga sejak konsep pertama dituangkan pada tahun 2012. Dana yang digelontorkan pun fantastis, yakni sekitar Rp 45 juta dari kas ST Yowana Padma Cita, Banjar Bengkel, Desa Pekraman Sumerta.
I Putu Adiputra Sanjaya terlihat sedang istirahat dan sedang bercengkerama dengan rekannya sesama pemuda di parkiran Taman Budaya Art Centre, tempat mereka membuat ogoh-ogoh dengan ukuran raksasa. Beberapa pemuda dari banjar lainnya, pun datang silih berganti untuk melihat betapa besarnya ogoh-ogoh pemuda dari Banjar Bengkel itu.
“Mih gede ne nok, (wow, besar sekali),” ujar seorang pria berkaus hitam lalu bergegas pergi dengan teman-temannya. Saat Tribun Bali menghampiri, Adiputra Sanjaya selaku Ketua ST Yowana Padma Cita, mengatakan inspirasi awal pembuatan ogoh-ogoh ini merupakan lanjutan dari ogoh-ogoh sebelumnya yakni Nircaya Lingga I tahun 2012.
“Tahun 2013 tidak ada ogoh-ogoh jenis ini dan dilanjutkan pada tahun 2014 dengan ogoh-ogoh Nircaya Lingga II, lalu tahun ini lanjutannya Nircaya Lingga III,” ujarnya. Menurutnya, pemuda setempat memang sudah rutin membuat ogoh-ogoh berukuran besar sehingga tidak mungkin merubah ukurannya begitu saja.
“Jelek rasanya dilihat tiba-tiba ogoh-ogohnya kecil,” ujarnya. Adiputra mengatakan, ada kisah di balik pembuatan ogoh-ogoh ini yang diambil dari kehidupan sehari-hari.
“Seperti saat Nyepi silam, ada saja penampakan-penampakan Celuluk di areal banjar kami,” ujarnya. Dari sinilah muncul tema Nircaya Lingga, artinya perubahan wujud manusia menjadi leak.
Tujuan dibuatnya ogoh-ogoh ini adalah mengangkat tema proses perubahan wujud manusia menjadi leak.
“Masyarakat tahu bahwa orang yang bisa ngeleak ini bisa mengubah wujudnya menjadi celuluk, bade tumpang emas, garuda, bunga mas, tapi kita lebih condong ke celuluk,” tuturnya.
Walau ogoh-ogoh celuluk tergolong mainstream, namun baginya, kebanyakan ogoh-ogoh di Denpasar tidak terlalu besar, sementara ini lebih besar dan berbeda. Sementara ketika ditanya, kenapa posisi ogoh-ogoh tidur. Adiputra mengatakan, alasan posisi ogoh-ogoh tidur karena tingginya yang mencapai 5 meter.
“Kalau berdiri tinggi sekali, soalnya banyak kabel,” katanya. Rencananya, untuk mengangkat ogoh-ogoh ini akan dilakukan seluruh anggota sekaa teruna berjumlah 230 orang dan sejumlah krama banjar yang membantu.
Mantan ketua pemuda, Wayan Gede Dodi Arianta mengatakan, sejak tahun 1995 sekaa teruna di Banjar Bengkel sudah membuat ogoh-ogoh superbesar. “Ini sudah tradisi kami, gengsi lah kalau sudah biasa buat yang besar, tiba-tiba kecil, rasanya kurang wah,” katanya.
Selain bambu, pembuatan ogoh-ogoh ini membutuhkan 50 meter kain kanvas putih dan 20 meter kain KTSM hitam. Sesuai warna yang identik dengan celuluk yakni hitam dan putih, terkadang juga berisi warna merah. Untuk menampilkan kesan seram, kain sengaja dibuat kotor. Setiap harinya tak kurang dari 15 pemuda yang menggarap proses pembuatan ogoh-ogoh. "Kalau weekend atau hari libur biasanya ramai, kalau hari kerja biasanya jam 4 sore baru mulai start pengerjaan. Kadang sampai jam 2 pagi baru selesai. Gak tentu setiap harinya," ujarnya.
Proses penggarapannya pun, sudah dimulai sejak pertengahan Januari 2015 lalu. Diawali dengan mencari dan membeli bambu, sedikitnya 100 batang bambu digunakan untuk membuat kerangka. "Kalau buat kerangka yang panjang, kami khusus mencari bambu ke Selat Duda, Karangasem. Motong langsung dari tempatnya tumbuh, kebetulan ada teman di sana. Dapat sekitar 30 bambu dengan panjang 15 meter. Sisanya kami beli, di sini bambu yang lebih pendek," jelasnya.
Penggunaan bahan bambu, karena mereka pun ikut dalam seleksi ogoh-ogoh yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. Bahkan untuk menambah meriah, saat pengarakan ogoh-ogoh pada pangrupukan, Jumat (20/3) mendatang, ogoh-ogoh ini dilengkapi dengan fragmen tari. Sekitar 15 orang penari sudah dipilih dan konsep sudah dirancang dengan matang oleh sekaa teruna setempat. (*)