Lontar, Warisan Budaya Bali yang Tak Mendunia, Perlu Proses Supaya Diakui
Lontar bukan hanya sebagai tradisi. Namun juga sebagai penopang historik peradaban Bali di tengah intelektualitas peradaban dunia. Namun...
Penulis: Cisilia Agustina. S | Editor: Irma Yudistirani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Bagi masyarakat Bali, lontar bukan hanya sebagai tradisi.
Namun juga sebagai penopang historik peradaban Bali di tengah intelektualitas peradaban dunia.
Karena itulah lontar penting, supaya terus dilestarikan, khususnya oleh generasi muda.
Namun, terkait Lontar Bali yang jadi bagian dari warisan budaya dunia ini, hingga sekarang statusnya masih dalam tahap wacana.
Hal ini disampaikan oleh Ida Bagus Rai Putra, dosen Program Studi Sastra Bali, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana.
"Wacana sudah lama diungkapkan. Tapi dari Pemerintah, regulasi terkait lontar menjadi warisan budaya masih belum juga dilaksanakan," ujar Ida Bagus Rai Putra, Senin (30/11/2015).
Menurutnya, diperkirakan lebih dari 55 ribu cakep lontar yang ada di masyarakat.
Jumlah ini belum termasuk yang tersimpan di perpustakaan lontar resmi.
Seperti di Gedong Kirtya terdapat 2414 cakep; Perpustakaan Lontar Fakultas Sastra Unud menyimpan 927 cakep; Perpustakaan Balai Badan Denpasar menyimpan 90 cakep; 151 cakep yang tersimpan di perpustakaan Universitas Hindu Indonesia; 50 cakep tersimpan di Perpustakaan Lontar Universitas Dwijendra; 60 cakep di Perpustakaan Museum Bali, dan 2274 di Perpustakaan Lontar Dokumentasi Budaya Bali, Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
“Ini akan menjadi baik bila dunia mau mengakui dan mengayomi Lontar Bali sebagai satu di antara warisan budaya yang sarat akan seni dan pengetahuan,” ujarnya.
Sementara itu menurut Dewa Beratha, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, wacana terkait pengajuan Lontar Bali sebagai satu bagian warisan budaya memang sudah diungkapkan.
Namun untuk pengajuan sebagai satu di antara warisan budaya tak benda dunia belum dilaksanakan.
“Untuk regulasi sendiri sudah ada yakni Perda terkait Badan Bahasa Sastra dan Aksara Bali. Tapi memang belum ada pengajuan untuk lontar sendiri sebagai warisan budaya, masih baru hanya wacana,” ujar Beratha.
Menurutnya butuh proses yang tidak pendek untuk mengusulkan satu budaya dan tradisi, baik di tingkat nasional hingga tingkat dunia.