Warga Waswas Lihat Asap Hitam Tebal dari PLTU Celukan Bawang
Selama ini, kendati berbahan bakar batubara, PLTU Celukan Bawang diklaim sebagai ramah lingkungan, karena dijanjikan tidak ada partikel debu
Penulis: Lugas Wicaksono | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Cerobong PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Celukan Bawang di Kecamatan Gerokgak, Buleleng, ada kalanya masih mengeluarkan asap hitam.
Bahkan tidak jarang pula asap yang keluar dari PLTU yang berbahan bakar batubara itu berwarna hitam pekat.
Itu seperti ditunjukkan dalam foto yang diambil seorang warga setempat, Ketut Mangku Wijana.
Dua pekan lalu, Wijana yang saat itu sedang duduk santai di depan rumahnya, berubah cemas tatkala ia menyaksikan pemandangan menyemburnya asap hitam dari cerobong PLTU.
“Kadang-kadang keluar asap hitam, nggak tahu apanya yang salah. Saya kadang memperhatikan, tapi kadang memang tidak. Bisa jadi dalam seminggu ada saja keluar asap hitam. Waktu itu, pas saya lagi duduk-duduk di depan rumah, tiba-tiba ada pemandangan asap hitam pekat membumbung dari cerobong asap PLTU. Langsung saja saya foto,” kata Wijana, Rabu (10/1/2016).
Selama ini, kendati berbahan bakar batubara, PLTU Celukan Bawang diklaim sebagai ramah lingkungan, karena dijanjikan tidak ada partikel debu yang melayang ke udara.
Oleh karena itu, PLTU Celukan Bawang disebut-sebut sebagai salah-satu contoh pengelolaan clean energy atau energi bersih di Bali.
Pihak kontraktor yang berasal dari China telah membangun sejumlah gudang batubara yang sangat tertutup, dan dilengkapi sistem pengamanan.
Karena itu, cerobong PLTU Celukan Bawang semestinya mengeluarkan asap putih hasil dari pengolahan limbah.
Asap putih yang keluar dari cerobong merupakan uap batubara setelah diolah.
Wijana mengaku tidak tahu secara persis kenapa cerobong PLTU Celukan Bawang sampai mengeluarkan asap hitam.
“Belum jelas kenapa bisa keluar asap hitam seperti itu, mestinya BLH (Badan Lingkungan Hidup) yang berikan keterangan. Mungkin kualitas batubaranya rendah atau bagaimana,” ucap Wijana.
Kendati belum merasakan secara langsung dampak keluarnya asap hitam pekat dari cerobong asap PLTU, ia mengaku khawatir dengan situasi seperti itu.
Apalagi, jarak antara rumah Wijana dengan cerobong itu tidak lebih dari 200 meter.
“Sangat khawatir juga melihat asap hitam seperti itu, apalagi rumah saya yang paling dekat, ngeri. Dampak langsung dari asap itu memang belum dirasakan, cuma kalau seperti itu lama-lama kan tetap berbahaya,” ujarnya.
Keluarnya asap hitam itu, diperkirakan Wijana, terjadi sejak sekitar tiga bulan lalu.
Bahkan, menurut dia, sekitar setahun lalu ketika PLTU Celukan Bawang baru saja beroperasi, asap hitam yang keluar dari cerobong lebih sering.
Selain berwarna hitam dan putih, asap yang keluar dari cerobong terkadang berwarna kemerah-merahan.
Wijana mengaku sempat menanyakan hal tersebut kepada petugas di PLTU, tetapi masih belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Ia meminta BLH Buleleng turun ke lokasi untuk mengecek kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan udara itu.
Lokasi pembuangan limbah yang dekat dengan pemukiman warga juga dianggapnya dapat berdampak bagi kesehatan.
Menurut Wijana, jarak terdekat lokasi pembuangan limbah batubara dengan rumah warga hanya sekitar 50 meter.
Sedikitnya ada 28 kepala keluarga (KK) yang rumahnya berdekatan dengan lokasi pembuangan limbah.
Ada dua jenis limbah yang dibuang di tempat pembuangan limbah seluas sekitar 15 are itu, yakni limbah padat dan limbah cair.
Ia pun mempertanyakan hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dikeluarkan BLH Buleleng untuk PLTU Celukan Bawang.
“Kami tanya apakah layak lokasi pembuangan limbah berada dekat pemukiman. Sudah sering kami sampaikan soal itu ke PLTU, tapi mereka tetap saja membuang limbah di sana,” katanya.
Batubara mentah yang diadatangkan dari Kalimantan dengan menggunakan jalur laut juga mendapat sorotan.
Kapal pembawa batubara itu bersandar di pelabuhan milik PLTU, selanjutnya dilakukan bongkar muat.
Saat bongkar muat batubara dari kapal ke daratan, ada ceceran batubara yang jatuh ke laut.
Akibatnya, air laut menghitam dan nelayan pun kini tidak semudah dulu untuk mencari ikan.
“Sekarang air lautnya sudah hitam, soalnya ceceran batubara jatuh ke air laut saat bongkar muat. Cari ikan sekarang jadi susah, nggak banyak ikan lagi seperti dulu karena lautnya sudah hitam,” ujar Ketua Kelompok Nelayan Bakti Kasgoro Celukan Bawang, Baidi Suparlan.
Sementara itu, Kepala BLH Buleleng, I Nyoman Surya Temaja mengatakan,pihak PLTU Celukan Bawang berkewajiban melaporkan teknologi pengelolaan lingkungan kepada BLH setiap enam bulan sekali.
Dari laporan pihak PLTU selama ini, Temaja menilai hasilnya cukup bagus dan masih aman bagi lingkungan sekitar.
“Upaya pengelola membuat laporan per enam bulan itu kan tetap dilakukan, dan selama ini hasilnya cukup bagus. Kita juga ada pengawasan, termasuk ada pengujian terhadap asap yang keluar dari cerobong. Pihak PLTU juga punya tim ahli pemantau. Pengelolaan lingkungan di sana, baik menyangkut kualitas air, kualitas udara, termasuk asap dilaporkan oleh tim ahli mereka secara rutin enam bulan sekali,” jelas Temaja.
Meski demikian, Temaja menambahkan bahwa dalam waktu dekat pihaknya akan turun ke lapangan untuk melihat apa yang sesungguhnya terjadi.
“Laporan tiap enam bulan kami pakai sebagai pedoman untuk melakukan kroscek di lapangan. Kalau memang nanti kualitas lingkungan sekitar PLTU di bawah standar, kita akan berikan teguran. Kita akan cek ke sana dalam waktu dekat,” katanya.(*)