Pasar Ubud Terbakar
Sehari Pasca Kebakaran, Pedagang Pasar Ubud Buka Lapak Beralas Kardus
Sayu Raka sedikit lebih beruntung. Bersama keluarganya dia mencoba mengais puing-puing arang.
Penulis: I Putu Darmendra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - "Siapa yang bertanggung jawab atas musibah ini?" tanya Dayu Kirana dengan nada tinggi bergetar di antara puing-puing barang dagangnnya, Jumat (25/3/2016).
Wajahnya memerah, air matanya pun menggenang.
Sehari setelah Pasar Ubud terbakar hebat, pedagang yang ikut menjadi korban kebakaran ini mendengar lontaran pernyataan yang menyakitkan hatinya.
Sejumlah pihak menyebut penyebab musibah tersebut karena ulah para pedagang.
"Harusnya mereka (pengelola pasar, red) yang bertanggung jawab. Jangan hanya menyalahkan pedagang saja," bentaknya.
Dayu Kirana adalah satu diantara 140 pedagang yang menjadi korban kebakaran Pasar Ubud, Kamis (24/3/2016) pagi.
Tak ada sehelai kain ataupun sebongkah patung yang tersisa setelah api melahap Blok A Belakang.
Semuanya hanya tinggal arang.
Sekadar untuk bertahan, wanita asal Ubud ini bahkan harus meminjam barang dagangan ke pedagang lainnya untuk dijajakan kepada wisatawan.
"Ini saya minjam barang dagangan. Kalau laku terjual, untungnya bagi dua dengan pemilik barang," ungkapnya.
Barang pinjaman itu dia jajakan di lapak sederhana beralas kardus. Pedagang yang lain juga melakukan hal yang sama.
Para korban ini berjejer membuka lapak di emperan bangunan Blok A Depan, tepat berhadapan dengan lokasi gedung yang terbakar.
Mereka pun berharap wisatawan membelinya.
Siang kemarin, petugas sudah terlihat mulai membersihkan puing-puing bekas kebakaran.
Sementara itu, police line yang masih membentang tak jadi penghalang para pedagang.
Mereka nekad masuk ke dalam gedung yang terbakar.
Di lantai satu dan dua, terlihat dari luar pemilik los mencari besi sisa kebakaran untuk dijadikan lapak dadakan.
Sementara di los lain, ada yang mengais jelaga berharap menemukan barang dagangannya yang luput dari santapan api. Ada juga yang masuk untuk menghaturkan canang.
Dengan kondisi bangunan yang baru sehari dilalap si jago merah, sepertinya mereka tidak menghiraukan akan potensi rubuh.
"Semuanya habis. Rp 150 juta ludes tidak bersisa. Yang lain ada yang rugi Rp 200 juta sampai Rp 300 juta. Kami sekarang buka lapak begini hanya sekadar untuk bertahan setelah kerugian yang menimpa kami," kata Dayu Karina.
Sayu Raka sedikit lebih beruntung. Bersama keluarganya dia mencoba mengais puing-puing arang.
Beberapa helai kain ternyata masih tersisa.
Kain itu nanti akan dijualnya lagi untuk mendapatkan sedikit modal awal.
Dalam musibah tersebut, Sayu Raka mengaku rugi sampai Rp 250 juta lebih.
"Rencana besok (hari ini, red) saya mulai jualan di emperan kalau diizinkan. Di sana saya buka lapak bersama korban lainnya. Sekarang beres-beres dulu. Ini ada beberapa kain yang tidak terbakar. Kalau masih bagus kondisinya, saya akan jual lagi," kata dia menunduk merapikan barang sembari mengambil tumpukan kain dengan tangan dipenuhi noda arang.
Kejadian nahas tersebut jelas membekas dalam ingatan mereka. Obrolan masih mengalir membahas cerita ihwal kengerian ketika api besar membakar dan melahap seisi blok.
Mereka juga masih meratapi nasib sial yang dialami.
Sejumlah wisatawan tampak kaget melihat kondisi Pasar Ubud yang menjajakan berbagai suvenir khas Bali.
Mereka pun menanyakan perihal kebakaran yang terjadi kepada para pedagang yang berjualan di emperan pasar. (*)