Dari Pembantu Jadi Penasihat Presiden AS, Ima Rutin Kirim Uang pada Ortu di Desa
Meski hanya sekolah sampai kelas 1 SMA saja, diakui Turiyo, anaknya itu gigih dalam belajar. Ima kini bisa berbicara dalam bahasa Inggris
TRIBUN-BALI.COM - Dari pembantu rumah tangga (PRT) dan kini jadi penasihat Presiden Amerika Serikat (AS) membuat Imamatul Maisaroh (34) menjadi kebanggaan keluarganya.
Sebetulnya, hubungan Imamatul dengan orangtuanya, pasangan Turiyo (54) dan Alimah (50), sempat tak mulus ketika Ima dijodohkan oleh ayah-ibunya itu saat masih bersekolah di kelas 1 SMA.
(Ini Dia, Wanita Indonesia Tak Lulus SMA Jadi Penasihat Presiden Obama)
Karena dipaksa nikah dengan pria yang 12 tahun lebih tua darinya itu, rumah tangga Ima dan suami pilihan orangtuanya itu tak berlangsung lama.
(VIDEO: Begini Wanita Indonesia yang Menjadi Penasihat Obama Berpidato, Netizen: Medhok Banget)
Ima cerai dari suaminya, dan kemudian pergi jauh untuk jadi PRT di Los Angeles Amerika Serikat (AS) lewat perantaraan seorang juragan tenaga kerja di Malang (Jawa Timur), yang memiliki saudara di AS.
Ketika didatangi kediamannya di Desa Kanigoro, Dusun Krajan RT 24 RW 03, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, kedua orangtua Ima menyambut dengan ramah.
Rumah orangtua Ima yang sudah berlantai keramik itu terlihat bersih dan rapi.
Di samping rumah yang cukup luas itu, ada sebuah toko yang dijalankan oleh adik bungsu Ima.
Pendirian toko itu disebut berkat bantuan Ima.
“Rumah kami menjadi lebih baik setelah Ima sukses di Amerika. Ima rutin mengirimi kami uang. Rumah ini sudah direnovasi dengan biaya dari kiriman uang Ima,” jelas Alimah, ibunda Ima, saat ditemui Senin (25/7/2016).
Ima merupakan anak sulung dari tiga bersaudara hasil pernikahan pasangan Turiyo-Alimah.
Adik-adik Ima adalah Daulatusaadah dan Haris Susana.
Menurut cerita Turiyo, Ima melarikan diri setelah dinikahkan dengan orang yang tidak dia cintai.
Turiyo menjodohkan Ima saat Ima masih duduk di bangku sekolah kelas 1 SMA Khairuddin, Pagelaran.
Saat itu tahun 1997, dan akibatnya Ima pun harus putus sekolah.
“Kami tidak tahu kalau Ima itu kabur dari rumah, dan akhirnya bekerja di Amerika,” kata Turiyo.
Seperti diberitakan Tribun Bali sebelumnya, setelah bekerja sebagai PRT di Los Angeles selama 3 tahun dengan berbagai siksaan yang ia terima dari majikannya serta tanpa dibayar, Ima akhirnya kabur dari rumah majikannya pada tahun 2000. Ia kemudian berada di penampungan gelandangan.
Sejak tahun 2012, Ima diterima menjadi staf CAST (Coalition to Abolish Slavery & Trafficking), sebuah LSM anti perdagangan dan perbudakan manusia di AS.
Di CAST, Ima menjabat sebagai organisator atau koordinator para korban Perbudakan dan Perdagangan Manusia.
Dan sejak Desember 2015 dia diangkat menjadi anggota Dewan Penasehat Gedung Putih (nama tempat untuk pusat pemerintahan AS yang berlokasi di Washington, red) bersama 10 anggota lainnya.
Dengan posisinya itu, Ima memberi saran dan masukan kepada Presiden Barrack Obama untuk memberantas perdagangan manusia.
Turiyo mengaku tidak tahu secara persis pekerjaan Ima di Amerika.
Turiyo hanya mengatakan, dari informasi yang diceritakan Ima kepadanya, anaknya itu bekerja sebagai orang kantoran.
“Saya tidak tahu dia kerja apa saja. Bilangnya kerja kantoran,” ucap Alimah.
Orangtua Ima sehari-hari bekerja sebagai petani.
Meski sudah menjadi ‘orang’ di Amerika, menurut Turiyo, Ima masih ingat dan terus berhubungan dengan keluarganya yang berada di pelosok desa.
“Dia rutin kirim uang. Bahkan, tahun lalu saya dan istri diberangkatkan umroh oleh Ima,” kata Turiyo.
Menurut Turiyo, anak Ima saat ini sudah tiga. Setelah berada di Amerika, Ima sempat menikah dengan seorang lelaki asal Meksiko, dan dikaruniai dua anak yaitu Aisyah dan Leonardo.
"Namun, mereka kemudian cerai. Ima lantas menikah lagi dengan lelaki asal Bandung. Namanya Dian. Sudah punya anak satu. Namanya Ivana," cerita Turiyo.
Selama Ima di Amerika, Turiyo dan istrinya selalu diberi kabar oleh anaknya itu. “Kata dia, urusan pekerjaannya adalah membantu orang-orang di sana disuruh kerja seperti budak dan diterlantarkan oleh majikannya,”tutur Turiyo.
Meski hanya sekolah sampai kelas 1 SMA saja, diakui Turiyo, anaknya itu gigih dalam belajar.
Ima kini bisa berbicara dalam bahasa Inggris dengan lancar.
Terakhir Ima pulang ke Malang dua tahun yang lalu.
Saat Ima pulang, dia selalu bercerita tentang kegiatannya selama berada di Amerika.
Ima juga memberi nasihat kepada para tetangga dekat rumah di desa agar tidak bekerja di luar negeri.
Melalui cerita ibunya, Ima mengatakan bahwa lebih enak kerja di dalam negeri daripada luar negeri.
Adik bungsu Ima, Haris Susana, mengatakan saat kakaknya pergi ke Amerika Haris masih duduk di bangku SD.
“Mbak Ima orangnya pendiam, tetapi pekerja keras. Waktu pulang kemarin, kami bercerita saat kami sama-sama bermain sewaktu kecil,” tutur Susana.
Rencananya, dini hari tadi waktu Amerika, Ima bakal tampil di Konvensi Nasional Partai Demokrat AS di Philadelphia.
Ima diminta menyampaikan pengalamannya sebagai korban perbudakan dan perdagangan manusia di Amerika di depan puluhan ribu delegasi Partai Demokrat –partai yang mengusung Obama sebagai Presiden AS.
“Kakak hanya bilang pernah bertemu PresidenBarrack Obama, tapi dia tidak pernah bercerita tentang kegiatannya di Gedung Putih.” Kata sumber Tribun.(surya/habis)