Bali Mandara Mahalango
Tari Kontemporer Sajikan Kisah Beratha Yuda
Kisah ini diangkat dari peperangan yang terjadi dan kegelisahan Ratu Gandari tentang kematian anak-anaknya.
Penulis: i kadek karyasa | Editor: Kander Turnip
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Lemah gemulai lekukan tubuh para penari Maya Dance Theatre, Apsara Asia Pte Ltd mampu memberikan seni dalam bentuk yang berbeda, pada event Bali Mandara Mahalango, di Taman Budaya, Gedung Ksirarnawa, Denpasar, Bali, Jumat (5/8/2016) malam.
Perpaduan seni yang apik dari gerak tubuh, menggambarkan perpaduan seni luar yang dipadukan dengan kesenian Indonesia. Seni gestur yang ditampilkan mengambil tema "Whait Loutos dan Panca Mermers In The Win."
Tari kontemporer ini melakoni kisah Beratha Yuda.
Kisah ini diangkat dari peperangan yang terjadi dan kegelisahan Ratu Gandari tentang kematian anak-anaknya.
Ratu Gandari gelisah karena dia mengetahui sendiri ajal anak-anaknya sudah dekat.
Dengan Kegelisahannya itu Gandari mengingat waktu anak-anaknya masih kecil, yang sering menarik tangannya untuk mengajak bermain.
Terlebih lagi anak kesayangannya Doryodana, yang tidak pernah luput dari kasih sayang, dimanjakan, apa yang Doryodana inginkan selalu diberikan Ratu Gandari.
Dengan kemanjaan Doryodana dan adik-adiknya tumbuh menjadi orang yang sombong, angkuh, sering berbuat jahat, terutama kepada anak-anak Pandu.
Perselisihan ini terjadi karena perebutan kekuasaan. Doryodana yang angkuh memerintahkan adik-adiknya untuk membenci para Pandawa.
Permusuhan itu berlanjut hingga dewasa, hingga pecahlah perang Beratha Yudha.
Dalam perang itu satu per satu anak-anak Ratu Gandari tewas. Ia pun sangat bersedih atas kematian putranya.
Gandari merasa sangat menyesal karena telah memanjakan anak-anaknya dari kecil, sehingga menjadi seperti sekarang, egois, kejam, serakah dan jahat. Gandari merasa, dia lah yang membinasakan anak-anaknya sendiri.
Dia kini merasakan derita karena kehilangan putra-putra yang ia sayangi. (*)