Inspirasi

Semangat Sekolah Bocah Desa Sudaji, Tiap Hari Lintasi Hutan dan Jalanan Terjal Sejauh 7 Kilometer

Ia tinggal di puncak perbukitan, Dusun Kajakauh, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, yang merupakan daerah pedalaman di Kabupaten Buleleng, Bali.

Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Ketut Sugiantara melintasi jalan terjal dan licin di tengah hutan belantara saat hendak berangkat menuju ke sekolahnya di Dusun Kajakauh, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, Buleleng, Rabu (3/5/2017). Sugiantara bersama kepala SDN 4 Sudaji (kanan). 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Ratu Ayu Astri Desiani

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Nasib Ketut Sugiantara (12) memang tidak seberuntung seperti siswa yang tinggal di perkotaan pada umumnya.

Ia tinggal di puncak perbukitan, Dusun Kajakauh, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan, yang merupakan daerah pedalaman di Kabupaten Buleleng, Bali.

Meski demikian, semangatnya untuk bersekolah tak pernah surut.

Bila anak-anak di kota, atau bahkan di desa, selalu diantar jemput oleh orangtuanya dengan sepeda motor saat ke sekolah, tidak demikian halnya dengan Sugiantara.

Bocah yang masih duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Sudaji ini harus berjalan kaki.

Tak tanggung-tanggung, setiap hari ia harus menempuh perjalanan sejauh tujuh kilometer dari rumah ke sekolahnya.

Dan, rute yang dilalui pun bukanlah jalanan mulus.

Sugiantara harus melewati hutan belantara. Jalanan pun terbilang terjal.

Jalan setapak yang penuh dengan lumpur dan bebatuan licin.

Agar tidak terlambat ke sekolah, ia sudah bangun pagi-pagi buta. Perjalanan jauh menuju ke sekolah pun ia mulai sejak pukul 04.00 Wita.

Namun demikian, terkadang ia tetap juga sering terlambat tiba sampai sekolah.

Walau hujan kadang mengguyur, tak mengurungkan niat anak ketiga dari pasangan Gede Merteyasa dan Ketut Seri ini untuk tetap berangkat ke sekolah.

Berbekal payung kecil berwarna biru, ia melintasi hutan dengan jalanan terjalnya seorang diri, tanpa ditemani orangtua maupun teman-temannya.

"Karena medan dan situasinya seperti itu, saya tidak bisa memaksakan. Kami tetap memberikan toleransi terhadap dia. Kami menilai dari segi niatnya untuk datang ke sekolah, itu luar biasa sekali," kata Kepala SDN 4 Sudaji, Nyoman Mertana, Rabu (3/5/2017) siang.

Tak ada pilihan lain, kondisi seperti ini terpaksa dilalui oleh Sugiantara karena ia terlahir dari keluarga yang sederhana.

Kedua orangtuanya hanya bekerja sebagai petani dan pembuat gula aren.

Kondisi rumahnya pun terbilang cukup memprihatinkan.

Di atas bukit, sang ayah membangun "istana" kecil untuk keluarganya dari bahan anyaman bambu (bedeg).

Tidak ada listrik serta kamar mandi.

"Kalau mandi biasanya di telabah. Kalau ke sekolah saya tidak mandi. Mandinya pas pulang sekolah saja," aku Sugiantara.

Sepulang dari sekolah, tidak ada kata istirahat buat Sugiantara.

Ia memilih membantu keduan orang tuanya, mencari rumput sebagai pakan ternak.

"Paling banyak dua karung rumput. Untuk makanan dua ekor sapi milik bapak. Habis nyari rumput baru mandi, makan dan istirahat," tuturnya dengan lugu.

Sosok Sugiantara bisa menjadi potret pendidikan di Bali di Hari Pendidikan Nasional.

Masih banyak anak-anak bangsa yang kesulitan untuk mengenyam pendidikan.

Namun bocah 12 tahun asal Sudaji ini telah menunjukkan semangat yang luar biasa di tengah keterbatasan yang dimilikinya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved