Dharma Wacana
Saraswati, Banyu Pinaruh dan Nasi Dira, Begini Keterkaitannya!
Begitu juga dengan hari suci Saraswati, Banyupinaruh dan Nasi Dira yang sangat berkaitan erat dengan filosofi kelahiran manusia.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sebagaiamana kita ketahui, setiap ritual atau upacara yang dilaksanakan di Bali, tidak mungkin muncul dari ruang hampa.
Pasti bersumber dari pemikiran manusia, dengan alasan yang masuk akal.
Selain itu juga ada upaya untuk memberikan penajaman nilai-nilai kehidupan hingga nilai tenntang ke-Tuhan-an.
Begitu juga dengan hari suci Saraswati, Banyupinaruh dan Nasi Dira yang sangat berkaitan erat dengan filosofi kelahiran manusia.
Hari Raya Saraswati merupakan pemujaan untuk Dewi Saraswati yang merupakan sakti atau kekuatan dari Dewa Brahma.
Saraswati memegang peranan penting dalam aspek filosofi, nilai dan ideologi.
Sebab, Brahma tidak akan bisa mencipta tanpa adanya pengetahuan.
Dalam artian, Brahma tidak akan melakukan fungsinya secara maksimal untuk mencipta tanpa didampingi Saraswati selaku dewi pengetahuan.
Ketika Saraswati telah melembaga atau sudah mulai ada konsep pengetahuan, kepemilikan, menghargai dan konsep menaati yang masuk ke pikiran manusia, di situlah dikatakan ilmu pengetahuan telah mengalir.
Sesuatu yang mengalir adalah sesuatu yang hidup.
Sifat mengalir ini secara umum dipahami sebagai banyu (air).
Ilmu pengetahuan itu sama seperti air.
Ketika kita memperlakukan air itu dengan buruk, seperti mencemarinya dengan sampah.
Maka air yang didapatkan dari situ juga tidak bagus, dan tidak akan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Demikian pula, kalau air diperlakukan baik, maka hasilnya akan bermanfaat.
Dalam perayaan Banyupinaruh tersebut, yang dicari orang tidak lain adalah menyucikan pengetahuan yang didapat atau dipelajarinya.
Lalu ilmu yang suci itu dibagaimanakan?
Untuk dilembagakan secara utuh agar betul-betul manusia memiliki bekal dalam rangka memberdayakan aspek intelektualnya.
Setelah itu, ada nasi dira.
Ini adalah infrastruktur untuk kembali membangun nilai.
Nasi dira ini merupakan simbol dari kehidupan.
Ketika air itu sudah mengalir di situlah kita akan memperoleh amertha.
Dalam konsep amertha, nasi itu sendiri adalah proses awal dari bagaimana manusia menyambung kehidupannya.(*)