Keunikan Ritual Desa Yeh Sanih Gelar Nyepi Adat

Deretan warung, pertokoan, sekolahan, puskesmas, kantor desa, dan tempat wisata Kolam Renang Yeh Sanih, benar-benar sepi.

Editor: Ady Sucipto
Sejumlah pecalang mengawasi jalannya Nyepi di Desa Pakraman Yeh Sanih, Selas (22/8). 

Laporan Wartawati Tribun Bali, Ratu Ayu Astri Desiani

TRIBUN-BALI.COM, BULELENG - Aktivitas masyarakat di Desa Pakraman Yeh Sanih, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng terhenti selama sehari, Selasa (22/8/2017).

Deretan warung, pertokoan, sekolahan, puskesmas, kantor desa, dan tempat wisata Kolam Renang Yeh Sanih, benar-benar sepi. Ini terjadi karena Desa Pakraman Yeh Sanih sedang menjalani Catur Brata Penyepian.           

Seluruh warga yang tinggal di desa itu melaksanakan Nyepi desa layaknya proses penyepian yang biasa dilakukan oleh umat Hindu. Mereka melakukan Amati Karya (tidak bekerja),  Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Lelanguan (tidak menghibur diri) dan Amati Lelungan (tidak berpergian).

Klian Desa Pakraman Yeh Sanih, Made Sukresna mengatakan, khusus di Desa Yeh Sanih, Nyepi memang dijalani sebanyak dua kali dalam setahun.  Ini sudah dilakukan sejak turun temurun. Sebelum prosesi Nyepi, adat di Desa Pakraman Yeh Sanih terlebih dahulu menggelar upacara pecaruan, yang sudah dilaksanakan pada Senin (21/8).

"Ini wajib dilaksanakan oleh seluruh krama untuk memohon keselamatan, serta sebagai kesempatan untuk intropeksi diri seraya mendekatkan diri dengan Ida Hyang Widi Wasa. Seluruh aktivitas dihentikan. Warga tidak boleh melakukan aktivitas apapun, sejak Selasa (22/8) pukul 06.00 pagi sampai dengan Ngembak Nyepi jatuh pada Rabu (23/8) pukul 06.00 wita," ungkapnya.

Imbuh Sukresna, Nyepi adat di Desa Pakraman Yeh Sanih dilaksanakan setiap 840 hari menurut kalender Bali. Ritual ini digelar untuk mengawali rangkaian piodalan besar di seluruh Pura yang ada di Desa Pakraman Yeh Sanih.

Uniknya, meski sedang menjalani proses penyepian, lalulalang kendaraan yang melintas di jalanan desa tersebut masih tampak terlihat. Sukresna menjelaskan, hal ini memang diperbolehkan oleh Desa namun hanya berlaku untuk warga lain.

"Warga lain boleh kok melintas. Tetapi jika ada krama yang berasal atau tinggal tinggal di Desa Yeh Sanih kedapatan keluar maka akan dikenakan sangsi sesuai dengan peraturan yang ada, namun selama ini belum ada krama yang melanggar," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved