Simpang Ring Banjar
Khasiat Melukat di Pancoran Solas, Mulai Pancoran Gangga Hingga Siwa, Ada yang Lihat Naga Besar
Beberapa orang percaya dengan melukat di pancoran solas, maka diri akan menjadi bersih, dari segi jasmani dan rohani.
Penulis: Ni Putu Diah paramitha ganeshwari | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Banjar Brahmana merupakan satu di antara delapan banjar dinas di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung, Bali.
Banjar ini memiliki potensi sebagai lokasi wisata religi berkat keberadaan pengelukatan pancoran solas yang berada di kawasan Tirta Taman Mumbul.
Beberapa orang percaya dengan melukat di pancoran solas, maka diri akan menjadi bersih, dari segi jasmani dan rohani.
Ada juga yang mengatakan pancoran solas ini bisa mengobati penyakit.
Tata cara melukat di pancoran solas ini cukup sederhana.
Pengunjung menghaturkan canang atau satu pejati.

Setelahnya pengunjung bisa mulai melukat dengan terlebih dahulu membasuh diri di pancuran yang berada paling selatan, pancuran Gangga, kemudian berjalan ke arah utara hingga Pancuran Siwa yang terakhir.
Menurut Ida Bagus Ketut Widana, Kelian Banjar Brahmana, tempat penglukatan ini dulunya hanya pancuran biasa.
“Penglukatan itu baru dibangun 2016. Sebelumnya yang disebut pancoran solas letaknya ada di dekat kolam Tirta Mumbul. Pancoran solas itu kemudian kami pindahkan ke tempat penglukatan (yang sekarang) supaya bisa diakses masyarakat dengan lebih mudah,” tuturnya.
Ia mengatakan, sudah banyak mendengar cerita tentang khasiat melukat di pancoran solas. “Ada cerita orang sakit setelah melukat, esoknya langsung sembuh,” ucapnya.
Widana melanjutkan, “ada juga datang melukat berulang kali ke tempat ini. Saya simpulkan hal itu karena mereka mendapatkan manfaat. Aura Desa Sangeh, termasuk area Tirta Mumbul ini memang berbeda. Kesannya lebih tenang dan cocok bagi mereka yang melakukan perjalanan religi.”
Selain pancoran solas yang digunakan sebagai tempat melukat, kolam Tirta Taman Mumbul di sebelah utara juga menarik perhatian.
Di kolam ini terdapat sumber mata air yang tidak pernah kering.

Bahkan menurut cerita, mata air itu tidak kering meskipun musim kemarau panjang. Debit airnya tetap besar dan jernih.
Ketua Pengelola Daya Tarik Wisata Sangeh Made Sumohon menyebutkan, ada yang percaya terkait kolam tentang kisah wanita penjual toya (air).
“Katanya dulu ada nak istri (perempuan) yang menjual toya. Karena tidak ada seorang pun yang membeli, ia jadi marah dan membuang periuk yang berisi air itu. Dari peristiwa tersebut muncullah kolam Tirta Mumbul ini,” tuturnya.
Disebutkan, Pura Tirta Mumbul memiliki hubungan dengan Pura Bukit Sari di kawasan hutan pala Sangeh.
“Bagi masyarakat sekitar kecamatan Abiansemal, Pura Bukit Sari dan Tirta Mumbul sering dijadikan lokasi nyegara-gunung. Kedua pura ini memang memiliki kaitan,” kata Sumohon.
Kawasan Tirta Mumbul pun menjadi wilayah yang disucikan masyarakat banjar Brahmana. Ada juga mitos yang mengatakan kolam tersebut dihuni naga besar.
“Dulu ada tukang kami, sewaktu pengerjaan renovasi, mengaku melihat sosok naga besar muncul dari kolam,” ucap Bendesa Adat Sangeh, Ida Bagus Dipayana.
Kisah unik lainnya Tirta Mumbul itu adanya pohon pule yang menimbulkan hujan lokal di area Tirta Mumbul.
Pohon pule itu tumbuh tepat di pinggir kolam.
Menurutnya dulu sempat ada kejadian turun hujan lokal bawah pohon tersebut.
Warga membangun tugu suci di sana lengkap dengan patung sosok manusia yang sedang memegangi kendi air.
Seni Budaya Jadi Andalan ST Dharma Guna, Banjar Brahmana
Kelompok beleganjur ST Dharma Guna mulai berlatih sejak pekan keempat September.
Latihan ini mereka lakukan agar bisa menunjukkan kemampuan terbaik saat
Pordes Sangeh 2017 yang kurang tiga bulan lagi.
Ketua Ketua ST Dharma Guna, Ida Bagus Aris Premana (Gus Aris) mengatakan persiapan tiga bulan termasuk singkat.
“Kami harus berlatih menentukan komposisi juga gamelan yang akan kami bawakan. Sisa waktu tiga bulan ini sesungguhnya waktu yang cukup singkat,” ungkapnya.
Gus Aris menuturkan latihan biasanya di bale banjar. Sebagai pelatih beleganjur, mereka mengandalkan pelatih dari luar desa.
Kelompok beleganjur ST Dharma Guna termasuk organisasi yang cukup aktif.
Di luar persiapan Pordes, mereka juga sering tampil untuk agenda ayahan desa.
“Kami kadang diminta tampil ketika ada piodalan di pura desa atau ketika ada kunjungan dari pemerintah kabupaten,” ucapnya.
Bidang seni budaya memang menjadi andalan ST Dharma Guna. Selain beleganjur, makidung dan tari juga jadi unggulan.
Bahkan kata Gus Aris, perwakilan kidung Banjar Brahmana pernah tampil sebagai juara III lomba Tingkat Provinsi 2013 lalu.
“Jika ada perlombaan se-Desa Sangeh, tim kidung kami selalu jadi unggulan. Kebetulan yang melatih adalah niang (nenek) saya, Ida Ayu Made Rai,” ucap Gus Aris.
Anggota ST Dharma Guna lainnya juga tengah mempersiapkan atlet untuk cabang olahraga. Namun menurutnya persiapan ini cukup terkendala dengan minimnya jumlah anggota ST Dharma Guna.
“Jumlah anggota ST kami termasuk yang paling sedikit se-Desa Sangeh. Banyak anggota menuntut ilmu di luar desa,” tutur alumni Universitas Udayana Jurusan Sastra Inggris ini.
ST Dharma Guna terbentuk pada 1970.
Mereka memperingati hari jadi setiap 31 Desember, bertepatan dengan perayaan pergantian tahun.
Maka dari itu, di akhir tahun mereka secara rutin menggelar even. Tahun lalu, mereka mengadakan lomba mewarnai bagi anak-anak. (*)