Simpang Ring Banjar

Banjar Kayumas Kaja Warisi Taksu Sesuhunan Legong Keraton

Tepat di depan gerbang masuk balai Banjar Kayumas Kaja terdapat dua patung penari Legong. Patung tersebut bukan hanya sekadar pajangan

Penulis: Ni Putu Diah paramitha ganeshwari | Editor: Irma Budiarti
Istimewa

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tepat di depan gerbang masuk balai Banjar Kayumas Kaja, Denpasar, terdapat dua patung penari Legong.

Patung tersebut bukan hanya sekadar pajangan.

Mereka adalah simbol.

Banjar Kayumas Kaja rupanya memiliki taksu sesuhunan Legong Keraton.

“Di banjar, kami menyimpan gelungan Legong Keraton yang disakralkan. Gelungan itu hanya digunakan oleh penari terpilih jika sudah saatnya Legong Keraton masolah,” ucap Nyoman Suardika, Kelian Dinas Banjar Kayumas Kaja.

Penari Legong Keraton Kayumas Kaja bukanlah dipilih secara asal.

Yang dapat menarikannya hanya gadis yang belum masuk masa akil balik.

Jika si penari sudah mengalami akil balik, maka mereka tidak lagi bertugas sebagai Legong Keraton di banjar.

Mereka digantikan oleh generasi berikutnya.

Banjar Kayumas Kaja memang banjar yang cukup dikenal akan seni tari dan seni karawitannya.

Selain memiliki taksu Legong Keraton, gamelan gender banjar ini pun cukup bergaung.

Bahkan Kayumas memiliki style gender yang khas, dinamakan style Kayumas.

“Salah satu tokoh yang mempopulerkan style ini adalah Pak Konolan,” jelas Nyoman Suardika.

Saat ini gamelan gender style Kayumas masih dilestarikan oleh generasi muda Kayumas Kaja.

Mereka tergabung dalam sekaa gong bernama Masuli Agung.

Menurut cerita, terbentuknya sekaa gong ini berawal dari seperangkat gong yang diberikan oleh anggota Puri Karangasem.

“Di wilayah banjar kami juga tinggal anggota Puri Karangasem. Merekalah yang menyumbangkan gamelan pertama untuk banjar kami. Untuk mengenang peristiwa itu, maka sekaa gong ini diberi nama Masuli Agung, artinya kurang-lebih ‘dari Anak Agung’,” tuturnya.

Menurut Suardika gamelan tersebut memiliki kualitas yang sangat baik.

Hingga saat ini gong tersebut masih dalam kondisi baik.

Sebagai upaya pelestarian budaya, banjar ini juga rutin mengadakan lomba tari tradisional.

Pesertanya terdiri dari kalangan anak-anak dan remaja.

“Untuk melaksanakan kegiatan ini kami bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. Lomba ini dilaksanakan sebanyak 15 kali dengan memperebutkan Piala Bergilir Walikota. Sejauh ini antusias masyarakat untuk berpartisipasi sangat positif,” jelasnya.

Suardika mengungkapkan ada dua materi lomba yang tidak pernah absen dari event ini, yaitu Tari Condong dan Baris.

Keduanya merupakan tari tradisi.

Tari Condong pun merupakan bagian dari Legong Keraton.

Selain dua tarian tersebut, dilombakan pula beberapa tari lainnya.

Namun jenis tarinya tidaklah tetap.

Selain lomba tari, Banjar Kayumas Kaja pun sempat menggelar Lomba Gender Wayang dengan style Kayumas.

Tidak hanya dalam bidang seni-budaya, Banjar Kayumas Kaja pun memiliki beberapa kelompok olahraga untuk menyalurkan minat dan bakat anggotanya.

Ada kelompok pegiat sepeda (Satak CC), pecinta alam (Tapala Satak), dan klub memancing (Satak Fishing Club). 

Semangat Werda Hidupkan Banjar

Denyut nadi sebuah banjar tidak hanya bergantung pada kaum muda.

Peran kaum werda (lansia) pun tidak bisa diabaikan.

Mereka senantiasa hadir memberikan petuah dan nasihat pada kaum muda.

Dalam kegiatan upacara adat pun peran dan pengalaman tetua sangat diperlukan.

Namun bagi anggota Tuwed Mas, Peguyuban Werda Banjar Kayumas Kaja, peran mereka tidak hanya sebatas memberikan contoh dan nasihat.

Mereka pun andil dalam mengharumkan nama banjar, lewat sejumlah prestasi yang berhasil ditoreh.

“Sudah 12 kali kami menjuarai perlombaan tingkat Kota, baik dalam bidang senam lansia, lomba mawirama, dan lomba pakaian adat,” ucap I Wayan Suyadnya, Ketua Peguyuban Tuwed Mas.

Ia menuturkan prestasi tersebut dapat diraih berkat semangat anggota werda dalam berkegiatan.

Meskipun sudah tidak muda lagi, mereka tetap bersemangat untuk datang ke balai banjar.

Senam pagi menjadi agenda rutin mingguan dari kelompok ini.

Setiap Minggu, sekitar pukul tujuh pagi, anggota Tuwed Mas sudah mulai berdatangan ke bale banjar.

Anggota PKK pun turut bergabung bersama mereka.

Jika jumlah peserta dirasa sudah cukup, senam pun dimulai.

Musik Senam Bugar Lansia diputar lewat tape recorder.

Dengan antusias, mereka melakukan langkah senam.

Durasi sekitar 40 menit tidak begitu terasa, tiba-tiba saja sudah berlalu.

“Aktivitas senam ini sudah kami lakukan rutin selama 13 tahun. Senam ini tidak hanya menyehatkan badan, namun juga pikiran. Dengan datang ke banjar dan berkumpul dengan teman akan membuat pikiran lebih fresh,” ucap Suyadnya (76).

Ia pun berujar jika awalnya kegiatan senam ini hanya dilakukan oleh para werda.

Setelah berjalan beberapa tahun, anggota PKK pun bergabung dalam aktivitas ini.

Hal ini pun dinilai positif sebab dapat mempererat tali persaudaraan sesama anggota banjar.

Selain senam, mereka juga turut serta dalam kegiatan lain semisal Tirta Yatra.

Beberapa anggota Tuwed Mas pun tergabung dalam sekaa kidung milik Banjar Kayumas Kaja.

Sekaa kidung ini bertugas setiap ada kegiatan yadnya.

“Meskipun kami sudah werda, namun kami tetap ingin berguna. Hal ini adalah arti filosofi dari nama Tuwed Mas. Tuwed artinya benda yang sudah kuno, sedangkan Mas artinya kebaikan. Jadi meskipun kami sudah tua, kami tetap ingin beryadnya dan berguna untuk masyarakat,” ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved