Dharma Wacana
Tak Jarang, Ada Umat Yang Rajin Muspa Namun Tetap Ditimpa Kejadian Buruk, Mengapa?
Biasanya orang yang seperti ini, kualitas muspa-nya sangat dangkal. Sebab dia hanya berhenti di kesembuhan.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Eviera Paramita Sandi
Oleh : Ida Pandita Mpu Jaya Acharya Nanda
TRIBUN-BALI.COM - MUSPA menjadi salah satu cara umat Hindu di Bali untuk menghaturkan sujud bhakti pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Bahkan tidak sedikit umat yang memiliki agenda tetap tirta yatra ke sejumlah pura, dengan tujuan muspa.
Lalu apakah rajin muspa menentukan seseorang bisa meraih kedamaian?
Sebab selama ini tidak jarang adanya umat yang rajin muspa, namun kejadian-kejadian buruk tetap menimpanya.
Kondisi ini pula yang menyebabkan banyak umat meragukan keberadaan Tuhan.
Muspa atau wujud bhakti ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, di dalam Bhagawad Gita ditegaskan, yang menentukan hasilnya adalah kualitas muspa-nya.
Bukan kuantitas atau seberapa banyak dia muspa setiap hari.
Di dalam Bhagawad Gita bagian VII disebutkan,
“Catur vidha bhajante mam janah sukrtino ‘rjuna, arto jijnasur artharthi jnani ca bharatarsabha,’’.
Artinya, ada empat macam orang yang menyembah Tuhan.
Pertama artah yaitu orang yang mengalami penderitaan, sakit, sakit hati, dan sebagainya.
Biasanya orang yang seperti ini, kualitas muspa-nya sangat dangkal.
Sebab dia hanya berhenti di kesembuhan.
Padahal segala kesengsaraan maupun kebahagiaan yang kita alami, berpangkal pada diri kita sendiri.