Hari Kartini
50 Karya Komunitas 22 Ibu Maknai Hari Kartini
Pameran yang juga bertepatan dengan Hari Kartini itu memajang 50 buah karya dari 50 perupa dari `Komunitas Seni Rupa 22 Ibu`
Penulis: Putu Supartika | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - "Aku ada, maka aku berpikir, ketika berpikir maka saya tuangkan menjadi subjek. Karena saya berpikir, maka saya ada dan berkarya."
Ungkapan itu dinyatakan oleh Risca Nogalesa Pratiwi dari ` Komunitas Seni Rupa 22 Ibu` dalam pembukaan pameran seni rupa komunitas itu di Bentara Budaya Bali, Ketewel, Gianyar, Sabtu (21/4/2018).
Risca memamerkan sebuah karya di atas tiga kanvas melengkung dengan judul 'aku, 5 = 0'.
Terlihat gambar perempuan dan juga akar melilit di mukanya dengan latar belakang kuning.
"Dunia seni itu sunyi, karena kita bergelut dengan pemikiran kita sendiri," imbuh perempuan asal Bandung yang kini jadi guru SMK dan mulai menekuni dunia lukis dengan serius sejak tahun 2009.
Pameran yang juga bertepatan dengan Hari Kartini itu memajang 50 buah karya dari 50 perupa dari ` Komunitas Seni Rupa 22 Ibu`.
Menurut ketua pameran, Mia Syarif, nama ` Komunitas Seni Rupa 22 Ibu` diambil dari tanggal kelahiran komunitas ini, yaitu 22 Desember 2012.
"Pasti semua orang mengira komunitas ini terdiri dari 22 Ibu, tapi bukan itu. Anggota kami sekarang sudah 60 orang dari berbagai latar belakang mulai dari guru TK, guru, dan juga dosen," kata Mia.
Tujuan pameran ini, menurutnya, ingin memberikan warna baru bagi perkembangan seni rupa kaum perempuan.
Dengan mengusung tema Sang Subjek, para perupa berupaya menampilkan karakter dari diri yang berbeda-beda.
Berbagai macam aliran seni mereka tampilkan dalam karya ini, mulai dari kubisme, dadaisme, lukisan variatif hingga ekspresionisme.
Selain itu, menurut Mia, di momen Hari Kartini pameran ini juga bertujuan untuk menyampaikan isi nurani paling dalam dari seorang perempuan.
"Ada gejolak yang tidak bisa diekspos ke luar. Oleh karena itu, lewat karya yang dipamerkan ini perempuan mencoba untuk jujur," imbuhnya.
Sementara kurator pameran, Hardiman, mengatakan bahwa tema pameran merujuk pada konsep subjek sebagaimana yang dikatakan Foucault, yakni bahwa subjektivitas dibentuk lewat posisi-posisi subjek yang diwajibkan oleh wacana.