Teror Bom di Surabaya

Begini Sosok Keluarga Teroris Dita Supriyanto, Warga: 2 Tahun Silam Dipakai Latihan Silat

Keluarga Dita Supriyanto dikenal tertutup oleh para tetangga. Tinggal di Perumahan Wisma Indah Jalan Wonorejo Asri XI Blok K Nomor 22

Editor: Ady Sucipto
Istimewa/Sumber kepolisian
Foto keluarga terduga pelaku serangan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya 

TRIBUN-BALI.COM, SURABAYA - Keluarga Dita Supriyanto dikenal tertutup oleh para tetangga. Tinggal di Perumahan Wisma Indah Jalan Wonorejo Asri XI Blok K Nomor 22, keluarga tersebut jarang bersosialisasi dua tahun terakhir.

Padahal, tiga tahun yang lalu Dita pernah menjadi ketua sub RT/RW 02/03 Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut.

Baca: Bom Meledak di Polrestabes Surabaya! Terdeteksi Pria Bonceng Perempuan dan Anak Kecil

Baca: Inilah Sosok Ibu yang Ajak 4 Anaknya Lakukan Bom Bunuh Diri, Yakini Akhirat Seperti Ini

Baca: VIRAL Foto Wanita Bercadar Bersama Anaknya Duduk di Pinggir Jalan, Ini Penjelasan Polda Bali

Ketua Sub RT adalah jabatan di bawah kepala RT. Sub RT hanya membawahi satu blok saja.

Jabatan Dita diganti oleh Adi, warga yang rumahnya hanya berjarak tujuh bangunan dari rumah Dita. Adi tinggal di lingkungan tersebut sejak 2010. Sebelum itu, Dita dan keluarganya sudah terlebih dulu tinggal di sini.

"Orangnya tertutup. Identitas dia tidak pernah ditunjukan. Bahkan kepada RT," kata Adi saat ditemui di rumahnya, Minggu (13/5).

Informasi soal Dita hanya diketahui dari cerita para tetangga.

Adi, misalnya, tahu bahwa orang tua dari salah satu pasangan istri itu berasal dari Banyuwangi. Tapi ia tak tahu detail tentang latar belakang lain dari mereka.

Di luar itu, Adi mengenal Dita sebagai orang yang baik. Tak tampak ada perilaku radikal darinya, juga keluarganya.

Meski tak pernah bersosialisasi dengan warga sekitar dua tahun terakhir, ia menunjukkan gelagat yang baik setiap kali keluar rumah.

"Jarang ketemu. Kalau ada kumpul-kumpul RT, dia tak pernah datang," ungkapnya.

Perilaku serupa juga ditunjukkan oleh sang istri dan anak-anaknya. Menurut Adi, sejak dulu, istri dan anak-anaknya tidak pernah berkumpul dengan warga sekitar.

Mereka cenderung tertutup hidup di dalam rumah jika tak ada kegiatan keluar kampung.

"Rumah itu tidak ada tetangganya yang pernah masuk. Dia kalau ke rumah saya, saya persilakan. Tapi dia tidak pernah (mengajak orang ke rumahnya)," tutur dia.

Pernah suatu ketika Adi punya perlu dengan Dita. Ia pun mendatangi rumahnya. Tapi rumah selalu dalam keadaan terkunci.

Tempat Latihan Silat

Nyaris tak ada gelagat yang menunjukkan keluarga Dita berpaham radikal. Sang istri, yang dalam pengeboman menggunakan cadar, berpenampilan normal saja sehari-hari.

"Pakai kerudung, iya. Tapi tidak pakai cadar," tutur Adi.

Pernah dua tahun lalu rumah Dita dipakai untuk latihan silat orang-orang dari luar. Adi mengetahuinya dari laporan satpam. Ia pun tak pernah mengganggap hal itu sebagai hal yang mencurigakan.

Sebagai warga kampung itu, Dita bekerja tak tetap. Dia pernah bekerja sebagai pembuat jamu. Kemudian, ia menjadi pembuat minyak kemiri.

"Dulu pernah limbahnya dibuang di got. Tetangga-tetangga marah," tambahnya.

Empat anak Dita pun masih bersekolah. Satu masih di jenjang SMA, satu jenjang SMP, dan dua jenjang SD. 

Seperti diketahui, Indonesia kembali berduka. Belum kering darah korban kerusuhan di Mako Brimob, kini ibu pertiwi harus kembali menanggung kesedihan karena ledakan tiga bom sekaligus di tiga gereja di Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5) pagi. 13 orang meninggal, termasuk enam pelaku bom bunuh diri yang merupakan satu keluarga terduga teroris.

Rentetan kasus radikalisme ini membuat polisi bergerak cepat dan militan untuk mencari teroris. Polisi merangkul TNI, dan TNI dinyatakan bakal mengirimkan pasukannya untuk bersama-sama memberantas terorisme.

"Saya sudah minta kepada Bapak Panglima TNI, beliau nanti akan mengirimkan kekuatan untuk melakukan operasi bersama," kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di RS Bhayangkara Surabaya, Minggu (13/5).

Ledakan Bom di gereja Surabaya, Minggu (13/5/2018) pagi.
Ledakan Bom di gereja Surabaya, Minggu (13/5/2018) pagi. (Istimewa)

Tito menyatakan telah memberi tahu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengadakan operasi terorisme bersama TNI. Operasi ini dilatarbelakangi aksi teror yang kian marak belakangan ini.

"Kami sudah laporan ke Bapak Presiden bahwa TNI, Polri, BIN (Badan Intelijen Negara) ini bergerak, dan kami akan merapatkan barisan, selain yang sudah kita tangkap semenjak dua hari yang lalu," kata Tito.

Sasaran operasi ini adalah sel-sel terorisme dari dua kelompok, yakni Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Dua kelompok ini dinyatakan Kapolri memuat dukungan kepada ISIS.

"Kita akan melakukan penangkapan kepada kelompok-kelompok sel-sel dari JAD, JAT, maupun mereka yang diduga akan melakukan aksi," kata Tito.

Tantangan untuk mengungkap terorisme sampai ke akar-akarnya berasal dari para teroris atau calon teroris itu sendiri. Mereka sudah dilatih untuk bungkam dan punya kelihaian mengelabui aparat.

"Persoalannya memang mereka juga orang terlatih, mereka mengerti cara menghindari operasi intelijen, bagaimana menghindari komunikasi, bagaimana menghindari surveillance (aktivitas mata-mata), bagimana meng-counter interogasi, mereka memiliki manual, mereka berlatih menghindari deteksi kita," kata dia.

Tito bisa mengetahui para teroris terlatih berdasarkan barang bukti yang didapat dari kasus teroris sebelumnya. Dalam penangkapan di kasus sebelumnya, polisi mendapatkan buku manual dan buku-buku pelatihan.

"Ini kita dapatkan dari buku-buku manual termasuk menghindari komunikasi. Jadi mereka berlatih melakukan pengembangan," ujarnya.

Tito meminta dukungan dari semua pihak agar aparat bisa memberantas terorisme. Namun dia menyatakan kelompok-kelompok teror di Indonesia tak terlalu berbahaya.

"Yang jelas kelompok ini tak terlalu besar. Ini hanya sel-sel kecil, mereka tidak akan bisa mengalahkan negara. Tidak mungkin mengalahkan TNI, Polri, dan kita semua. Kita harus bersatu padu, mohon dukungan agar kita bisa melakukan tindakan-tindakan," kata dia.

Kapolri juga meminta DPR RI mempercepat revisi UU Antiterorisme. Tujuannya agar Polri bisa lebih cepat menindak teroris. "Revisi jangan terlalu lama, sudah satu tahun lebih," katanya.

Kapolri menuturkan sejumlah pasal membuat Polri sulit bergerak. Ia mencontohkan teroris baru bisa ditindak jika sudah terbukti melakukan tindak teror.

"Kita tidak bisa melakukan apa-apa, hanya tujuh hari menahan mereka, meng-interview, setelah dilepas kita intai. Tapi setelah dilepas mereka kita intai juga menghindar," katanya.

Karena itu Tito berharap UU Antiterorisme segera diselesaikan. Kalau tak bisa diselesaikan dalam waktu dekat, ia berharap Presiden mengambil sikap.

"Undang-undang agar dilakukan cepat revisi, bila perlu Perppu dari Bapak Presiden, terima kasih," tandasnya.

Tiga Titik Lokasi

Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol Frans Barung Mangera, mengkonfirmasi bahwa ada tiga titik lokasi ledakan bom di Surabaya, kemarin. Semuanya terjadi dalam rentang waktu satu setengah jam.

Ledakan pertama terjadi di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Ngagel, Surabaya, pukul 06.30 WIB. Ledakan kedua terjadi di GKI Wonokromo yang terletak di Jalan Diponegoro, Surabaya, pukul 07.15 WIB. Ledakan ketiga terjadi di Gereja Panteskosta Pusat yang berada di Jalan Arjuna, Surabaya, pukul 07.53 WIB.

"Jumlah korban tewas terakhir 13 orang. Korban luka mencapai puluhan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen M Iqbal, Minggu (13/5).

Kapolri Tito Karnavian mengungkapkan pelaku bom gereja di Surabaya adalah satu keluarga. "Jadi pelaku diduga satu keluarga," ujarnya.

Satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan empat orang anak. Mereka adalah Dita Oepriarto (48), Puji Kuswati (43), beserta dua anak laki-laki Yusuf Fadhil (18) dan FH (16), serta dua anak perempuannya FS dan FR yang masih berumur 12 dan 9 tahun.

"Pertanyaan ini kelompok mana? Tidak lepas dari kelompok JAD, JAT yang merupakan pendukung utama ISIS di Indonesia," kata Tito.

Dita ini merupakan Ketua Jamaah Ansarud Daulah (JAD) di Surabaya. Selain JAD, juga di Indonesia ada kelompok Jamaah Ansarud Tauhid (JAT). Kelompok ini merupakan afilisiasi ISIS.

"Di Indonesia JAD dipimpin Aman Abdurahman yang ditahan di Mako Brimob, Kemudian kelompok pelaku satu keluarga terkait sel JAD yang ada di Surabaya. Dita inilah ketuanya (di Surabaya)," tambahnya.

Kapolri kemudian mengungkap rentetan aksi teror yang dilakukan keluarga bomber di Surabaya ini. Terungkap keluarga ini sudah membagi tugas untuk melakukan penyerangan ke tiga gereja berbeda.

Diawali dua anak laki-laki Yusuf Fadhil dan FH berangkat menggunakan motor ke Gereja Santa Maria Tak Bercela Jalan Ngagel Madya. Bom dibawa dengan cara dipangku.

Kedua pelaku saudara sekandung itu memaksa masuk halaman gereja dan berusaha diadang kepala keamanan Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Aloysius Bayu. Pelaku kemudian meledakkan bom. Aloysius Bayu pun meninggal di lokasi.

Ada enam korban meninggal di lokasi ini. Selain Bayu, dua pelaku Yusuf Fadil (18) dan FH juga tewas di tempat.

Sementara itu sang ayah, Dita Oepriarto, mengendarai mobil Toyota Avanza berisi bom ke lokasi berbeda. Mobil ini ditumpangi istrinya Puji Kuswati dan dua anak perempuannya FS dan FR.

Dita kemudian menurunkan (mendrop) istrinya dan dua anak perempuannya di gereja di GKI Wonokromo di Jalan Diponegoro, dan Dita kemudian membawa mobil diduga berisi bom menuju Gereja Pantekosta.

Puji Kuswati bersama dua anaknya berjalan kaki masuk ke gereja GKI. Bom ditaruh di pinggang mereka.

Satpam gereja, Yaseyas yang menaruh curiga sempat menghalangi Puji Kuswati masuk gereja. Karena diadang petugas keamanan, mereka meledakkan bom di halaman gereja.

Ketiga pelaku, ibu bersama dua anak-anaknya yang masih belia itu, tewas di tempat. Adapun Yaseyas jatuh terkapar penuh luka. 

Beberapa menit berselang, giliran sang ayah, Dita, beraksi di Gereja Pantekosta Jl Arjuna. Dita yang membawa bom dalam mobil, menabrakkan mobilnya ke gereja. Ledakan tersebut menewaskan Dita. 

Ada seorang jamaat yang dikabarkan meninggal dunia. Selain itu juga ada korban yang meninggal di RSUD Dr Soetomo dan RS Bedah Jl Manyar Surabaya.

Tim Densus 88 Antiteror kemudian menggeledah rumah keluarga pengebom gereja itu di Wonorejo Asri, Surabaya. Densus 88 menyita barang-barang untuk membuat bom.

"Selain styrofoam ditemukan ada belerang, aseton, HCL, Aquades, H2O, black powder dan korek api kayu, itu barang berbahaya di TKP rumah pelaku," ujar Kapolrestabes Surabaya Kombes Rudi Setiawan di kawasan penggeledahan.

Styrofoam ini menurut Rudi digunakan untuk memperbesar pembakaran. Ini yang digunakan pengebom saat beraksi di tiga gereja. "Itu informasi dari Jibom (penjinak bom)," sebut Rudi.

Di dalam rumah, Densus 88 menemukan tiga plastik berisi tiga bom yang dimasukkan dalam pipa. Bom disebut punya daya ledak tinggi.

"Kemudian dilakukan destructor dicerai-beraikan. Selanjutnya penyisiran tim Labfor, Inafis dan penyidik dari Densus 88 untuk olah TKP," sambung Rudi.

Selain itu ditemukan anak panah, busur panah dan lesan panah (target panah). Tim juga menemukan sejumlah dokumen yang sedang diteliti.

Motif Balas Dendam

Ledakan bom di tiga gereja ini disebut serangan bom bunuh diri. "Semua adalah serangan bom bunuh diri," kata Tito.

Menurut Tito, pelaku yang merupakan satu keluarga ini melakukan tindakan serangan bom bunuh diri lantaran balas dendam.

"Memang motif internasional, ISIS sedang ditekan di Barat, mulai AS dan Rusia, sehingga terpojok," terang Tito.

Di Indonesia sendiri, pendukung utama ISIS itu JAD dan JAT. Ketua JAD Indonesia, Abdul Abulrahmandan JAT dipimpin Jainal Ansari. Keduanya sudah ditangkap dan sedang menjalani proses hukum.

"Di Indonesia ada dua macam kelompok pendukung ISIS, ini ancaman untuk kita," tutur Tito.

Orang nomor satu di Polri ini menuturkan, lantaran para pemimpinnya ditangkap, kelompok ini memberi reaksi serangan. "Salah satunya ya membuat kerusuhan rutan Mako Brimob," lanjutnya.

Menurut Tito, sel-sel ISIS di Indonesia ambil momentum balas dendam.

Pendukung ISIS di Indonesia, kata Tito, jumlahnya ada 1.100. Sebanyak 500 masih di Suriah, meninggal 1.003 meninggal di Suriah, dan 500 orang kembali ke Indonesia. (*) 

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved