Serba Serbi
Ongkara atau Omkara? Berikut Penjelasannya Menurut Kajian Lontar Bali
Dan "Yang tepat itu adalah Ongkara kerena 'm' bertemu dengan 'k', 'm' tersebut akan berubah menjadi 'ng'," kata Guna.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Dalam Om Suastiastu, yang sebenarnya adalah Ong Suastiastu.
Menurut Staf Pusat Kajian Lontar Universitas Udayana, Putu Eka Guna Yasa, Senin (9/7/2018) aksara itu disebut Ongkara karena di atasnya menggunakan ulu candra.
Dan "Yang tepat itu adalah Ongkara kerena 'm' bertemu dengan 'k', 'm' tersebut akan berubah menjadi 'ng'," kata Guna.
Kalau di atasnya menggunakan ulu ricem baru sibaca Omkara.
"Kalau mau nulis Om Suastiastu gunakan ulu ricem bukan ulu candra," imbuhnya.
Baca: 15 Arti Suci Tentang ‘Om’ Yang Perlu Diketahui
Sama halnya dengan kata Aji Samkya apa Sangkya?
Di Bali disebut Sangkya, kenapa?
"Saat 'm' dan 'k' bertemu maka 'm' bisa berubah menjadi 'ng' karena merupakan satu titik artikulasi di kanthya. Kantya untuk konsonannya terdiri dari ka (k), g (ga), ga gora (gh), nga (ng) dan vocalnya yaitu a," imbuh Guna.
Kantya ini merupakan jenis warga aksara atau pembagian aksara Bali berdasarkan pengucapannya.
Kantya merupakan kelompok fonem yang berasal dari langit-langit dekat kerongkongan atau yang termasuk aksara ini adalah konsonan langit-langit belakang pada mulut dan celah suara.
Ongkara ini dibagi menjadi tujuh yaitu Ongkara Ngadeg, Ongkara Sungsang, Ongkara Gni, Ongkara Sabda, Ongkara Mertha, Ongkara Adumuka, dan Ongkara Pasah. (*)