Gempa Lombok
Dipercaya Turun-temurun, Bangunan ini Tetap Kokoh Meski Ratusan Gempa Bumi Melanda Lombok
Terkait gempa tersebut, ternyata nenek moyang Indonesia telah memiliki bangunan tahan gempa yaitu rumah adat suku Sasak
Penulis: Aloisius H Manggol | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM- Pasca gempa 7.0 SR yang melanda Lombok, tercatat terjadi .521 gempa susulan hingga Sabtu (11/8/2018) pukul 08.00 WITA.
Dari 521 gempa susulan tersebut, jumlah gempa susulan yang dirasakan sebanyak 21.
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho lewat cuitan twitternya, gempa ini masih akan berlangsung hingga 3-4 minggu ke depan sebagai bentuk pelepasan energi yang ada di dalam patahan.
Baca: Terkuak Masa Lalu Dhani dan Maia, Ini Alasan Dhani Katakan Haramkan Tubuhnya Sentuh Tubuh Maia
Terkait gempa tersebut, ternyata nenek moyang Indonesia telah memiliki bangunan tahan gempa yaitu rumah adat suku Sasak.
Rumah ini terdapat di kampung adat suku Sasak yang tersebar di beberapa titik di Lombok.
Kampung Sasak Sade di Lombok (Foto/Duta Wisata)
Dilansir dari Phinemo.com, terdapat kurang lebih enam kampung adat yang tersebar Lombok, dua diantaranya ada di Kabupaten Lombok Tengah, yakni Kampung Sasak Sade dan Kampung Sasak Ende.
Kampung Sasak Sade merupakan kampung adat tertua di Lombok Tengah.
Rumah-rumah di sana diperkirakan berdiri sejak 1089 Masehi.
Sejarah mula pemukiman ini dihuni oleh lima buah rumah saja, namun seiring perjalanannya kini tercatat 150 rumah berdiri di kawasan ini dengan 150 kepala keluarga atau sekitar 700 orang.
Rumah adat ini menjadi istimewa ketika materi pembentuknya terdiri atas bahan baku alami.
Ilalang kering untuk atap, bambu sebagai dinding, tanah liat untuk lantai, serta kotoran sapi untuk memperkokohnya.
Tak terdampak gempa
Diketahui bahwa Lombok tengah terkena bencana gempa pada rentang waktu dua pekan terakhir ini.
Namun gempa yang mengguncang Lombok tersebut tak dirasakan oleh warga yang bermukim di kawasan Kampung Sasak Sade.
Baca: Roy Kiyoshi Beri Pesan Menohok Setelah Robby Purba Sindir Dirinya
Interior rumah adat suku sasak. (Foto/Lombok Wander)
“Gempa yang paling terasa waktu Minggu malam itu, tapi seperti bisa dilihat rumah kami tak apa-apa,” ujar Mardun yang kesehariannya bertugas sebagai pemandu wisata di kampung Sade, Kamis (9/8/2018).
Sejak gempa terjadi di Lombok pada 26 Juli hingga yang terbesar pada 5 Agustus yang lalu tak sedikit pun ada kerusakan di permukiman tersebut.
Struktur rumah yang tak lazim untuk standar modern ini, ternyata ampuh menjauhkan penduduk kampung dari potensi bahaya gempa.
Hal serupa tampak di Kampung Sasak Ende, Desa Rambitan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.
Kampung adat ini berjarak tak sampai satu kilometer dari Kampung Sade.
Struktur dan bentuk rumah di sana pun sama.
Bedanya, populasi di Kampung Ende jauh lebih sedikit ketimbang di Sade.
Ini Dampak Likuifaksi Usai Gempa 7,0 SR di Lombok, Sumur Air Bisa Hilang
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian ESDM merilis selain terkait korban jiwa, gempa bumi Lombok juga telah mengakibatkan kerusakan luar biasa yang disebabkan oleh goncangan yang menimbulkan surface rupture (retakan tanah) dan bahaya ikutan dalam hal ini likuifaksi atau pelulukan tanah.
Fenomena likuifaksi atau pelulukan tanah atau dalam bahasa bahasa Inggris dinamakan soil liquefaction adalah suatu proses yang membuat tanah kehilangan kekuatannya dengan cepat dikarenakan getaran yang diakibatkan oleh gempa bumi kuat pada kondisi tanah berbutir halus dan jenuh air.
Dan adanya zona lemah yang mengakibatkan muncul ke permukaan.
Manifestasi di permukaan biasanya berupa lumpur pasir yang berbutir halus keluar dari retakan tanah.
Kadang kadang sumur air hilang dan berganti pasir.
Fenomena likuifaksi yang terjadi di Pulau Lombok diakibatkan oleh gempa bumi dengan 7,0 SR dan tidak berkaitan secara langsung dengan aktivitas Gunung Rinjani.(*)