Dianggap Keramat Bagi Orang Jawa Hingga Ada Larangan Menikah di Bulan Suro, Ternyata Ini Alasannya
Bagi masyarakat Jawa, bulan Suro dianggap sebagai bulan yang keramat. Bahkan, ada pantangan untuk menyelenggarakan hajatan
Sehingga terdapat rehat atau jeda sejenak dari biaya hajatan, tidak hanya dari pihak penyelenggara, tetapi juga bagi orang yang menghadiri hajatan.
Jika tak ada rehat dalam satu bulan, bisa dipastikan sepanjang tahun masyarakat akan mengadakan atau menghadiri hajatan.
Sehingga perlu kerja yang lebih keras untuk memenuhi pengeluaran tersebut.
Seringnya frekuensi gelaran pernikahan bisa membuat orang sebal karena menghadiri hajatan pernikahan atau hajatan lain yang tak ada hentinya.
Jadi, jika ada jeda selama satu bulan, pengeluaran pun ikut 'beristirahat' dan uang yang ada bisa disimpan.
Saat semua hal itu dilakukan akan masuk dalam kearifan lokal yang akan memunculkan toleransi, meningkatkan spiritual, atau lebih memahami keadaan sekitar.
Bahkan, dalam Islam, ada sunah untuk berpuasa pada tanggal 9, 10 dan 11 Muharram (Suro).
Hal ini mengindikasikan, kita bisa mengambil hikmah dari puasa dengan merenung dan mengekang diri dari hawa nafsu, bukannya membuat hajatan pesta.
Selain itu dengan berpuasa, kita juga dapat belajar untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman yang berlebihan.
Mengenai perbedaan pendapat di kalangan masyarakat tentang pantangan hajatan di bulan Suro, semuanya memiliki tujuan yang baik.
Artikel ini telah tayang di Tribuntravel.com dengan judul Inilah Alasan di Balik Larangan Menikah pada Bulan Suro, Tak Sekadar Mitos Batara Kala,
Penulis: Rizkianingtyas Tiarasari
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bali/foto/bank/originals/pernikahan-adat-jawa-kuno_20180911_104426.jpg)