Serba serbi

7 Kala Ini Hadir di Minggu Wuku Pujut, Lihat Hari Baik-Buruknya

Dalam susunan kalender Bali dikenal istilah ala ayuning dewasa yang berarti baik-buruknya suatu hari dalam melakukan aktivitas atau kegiatan tertentu.

Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Tribun Bali/I Wayan Sui Suadnyana
Kalender Bali karya Alm. Drs. I Nyoman Singgir Wikarman dan buku Ala Ayuning Dewasa Ketut Bambang Gede Rawi yang ditulis oleh Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga. 

Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dalam susunan kalender Bali dikenal istilah ala ayuning dewasa yang berarti baik-buruknya suatu hari dalam melakukan aktivitas atau kegiatan tertentu.

Dewasa atau padewasan yang biasa disebut ilmu wariga ini, seperti yang dijelaskan dalam buku Ala Ayuning Dewasa Ketut Bangbang Gede Rawi yang ditulis oleh Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga, adalah cara untuk mengidentifikasi hari yang baik dan hari yang jelek (buruk).

"Jelasnya (padewasan itu adalah) pengetahuan untuk menentukan hari baik dan hari jelek," tulisnya.

Cakupan mengenai ala ayuning dewasa ini sangatlah luas dengan menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia melalui perhitungan parameter tertentu.

Perhitungan yang dimaksud berupa pawintangan yang ditetapkan berdasarkan letak bintang dalam mengelilingi matahari; sasih yang berhubungan dengan penentuan musim berdasarkan peredaran gerak semu matahari dan juga bulan yang mengelilingi bumi; dan wuku tentang ilmu ruas-ruas kumpulan binatang tertentu yang berporos di bumi.

Selain itu juga berpedoman pada wawaran yakni tentang nama-nama hari dan dedaunan yang dipakai sebagai ilmu pembagian waktu dalam satu hari.

Menurut Ida Pandita Empu Yogiswara di Griya Manik Uma Jati, dalam ala ayuning dewasa ini memang tidak terlepas dari adanya wariga-wariga seperti wuku, ingkel dan di dalamnya terdapat larangan-larangan.

Ida Pandita pun menjelaskan bahwa ala ayuning dewasa ini juga tidak terlepas dari adanya ala ayuning dina (hari), ala ayuning sasih (bulan) dan ada ala ayuning nyet (pikiran).

Jadinya, meski ada larangan-larangan namun jika pelaksana kegiatan memiliki pemikiran yang positif maka hal tersebut boleh dilakukan.

"Sekarang ada ala ayuning nyet. Nyet itu pikiran. Kalau kita memang pikiran itu hening dan tidak akan kena apapun yang namanya musibah itu, itu boleh karena kita yakin," jelasnya.

Kemudian dijelaskan lagi dalam buku yang ditulis Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga tersebut, bahwa pada sistem ala ayuning dewasa ini juga dikenal istilah pangkakalan, yakni munculnya kala-kala tertentu yang dijadikan pembanding untuk menentukan baik-buruknya dewasa.

Karena seringkali terjadi ketika padewasan berdasakan wuku, wewaran, penanggal-panglong dan sasih sudah baik, namun pada sistem pangkakalannya jelek.

Pada Minggu (Redite), (20/1/2019) Wuku Pujut seperti tertulis dalam kalender yang disusun oleh Alm. I Ketut Bangbang Gede Rawi dan putra-putranya bahwa terdapat Kala Temah, Kala Ngadeg, Kala Kutila, Semut Sedulur, Kala Sor, Kala Katemu dan Kala Jangkut.

Kembali dalam buku "Ala Ayuning Dewasa" Ketut Bambang Gede Rawi yang ditulis oleh Ida Bagus Putra Manik Ariana dan Ida Bagus Budayoga menjelaskan kehadiran Kala Temah, Kala Ngadeg, Kala Kutila, Semut Sedulur, Kala Sor, dan Kala Katemu.

Baca: 6 Kala Ini Hadir di Jumat Wuku Medangsia, Lihat Ala Ayuning Dewasanya

Baca: Purnama Hari Baik Untuk Mepunia

Baca: Padewasan Ayu Nulus, Hari Baik Melakukan Pekerjaan dan Upacara Panca Yadnya

Sementara Kala Jangkut Tribun Bali melansir dari laman kalenderbali org.

1. Kala Temah
Kala Temah sendiri dipercayai sebagai hari yang tidak baik untuk dewasa ayu.

Kehadirannya lumayan sering dalam sistem padewasan yakni pada Redite Wuku Medangsia, Pujut, Kulawu dan Dukut; Soma Wuku Sinta, Landep, Tolu, Wariga, Warigadean, Julungwangi, Langkir, Pahang, Medangkungan, Menail, Watugunung; Anggara Wuku Ukir, Sungsang, Kuningan, Krulut, Tambir; Budha Wuku Kulantir, dan Dunggulan.

Selain itu hadir pula pada Wraspati Wuku Ukir, Tolu, Sungsang, Kuningan, Krulut, Tambir; Sukra Wuku Ukir, Tolu, Julungwangi, Langkir, Pahang, Medangkungan, Menail, Watugunung; serta Saniscara Wuku Ukir, Medangsia, Pujut dan Dukut.

2. Kala Ngadeg
Padewasan yang berisi Kala Ngadeg sebagai waktu yang baik untuk membuat pintu rumah (kori), tembok, pagar, mulai memelihara unggas atau ayam aduan dan membuat sangkar.

Kedatangannya yakni pada Redite Wuku Pujut dan Kerulut; Soma Wuku Tambir dan Kelawu; serta Sukra Wuku Watugunung.

3. Kala Kutila
Kemudian padewasan melalui Kala Kutila ada dua, yakni Kala Kutila munggah (naik) dan Kala Kutila turun.

Kemunculan Kala Kutila ini berdasarkan pertemuan antara Urukung-Maulu dari Sad Wara dengan Kliwon (Panca Wara).

Kala Kutila munggah (naik) ditandai sebagai dewasa baik untuk berburu, sedangkan jika Kala Kutila turun dewasa baik untuk membuat ranjau (sungga), membuat pagar dan membuat alat penangkap binatang (blantik/jebakan).

Kala Kutila naik ini yakni hadir pada Redite Wuku Pujut, Soma Wuku Landep, Anggara Wuku Tambir, Budha Wuku Gunbreg, Wrespasti Wuku Menahil, Sukra Wuku Sungsang dan Saniscara Wuku Wayang.

Sementara Kala Kutila turun kehadirannya pada Redite Wuku Watugunung, Soma Wuku Kerulut, Anggara Wuku Kulantir, Budha Wuku Merakih, Wrespasti Wuku Warigadean, Sukra Wuku Bala dan Saniscara Wuku Kuningan.

4. Semut Sedulur (Kala Sadulur)
Berdasarkan konvensi Wariga, Kala Katututan yang lebih lumrah disebut dengan Semut Sadulur, muncul dalam gabungan Wewaran Panca Wara dan Sapta Wara apabila urip (neptu) gabungannya menunjukan jumlah 13 berturut-turut.

Kemunculan Kala Katututan (semut Sadulur) ini tidak baik untuk upacara Pitra Yadnya (atiwa-tiwa), sedangkan baik untuk mulai usaha, berdagang dan sebagainya yang berhubungan dengan perekonomian.

Semut sedulur jatuh pada Sukra Pon (7+6=13, Sukra Wage (4+9=13) dan Redite Kliwon (8+5=13).

5. Kala Sor
Kala Sor ditandai sebagai dewasa yang tidak baik untuk melakukan kerja di tanah.

Sebagai contoh, pekerjaan tersebut seperti membuat pondasi rumah, membajak sawah, menanam tanaman dan sebagainya.

Kemunculan Kala Sor ini seperti pada Redite Wuku Ukir, Julungwangi, Pujut, Matal dan Wayang; Soma Wuku Sinta, Landep, Warigadean, Gumbreg, Dungulan, Medangsia, Pahang, Medangkungan, Matal dan Ugu.

Sementara itu juga hadir pada Anggara Wuku Wariga, Sinta, Kulantir, Julungwagi, Langkir, Medangsya, Prangbakat, Bala dan Dukut; Budha Wuku Ukir, Watugunung, Gumbreg, Warigadean, Kuningan, Langkir, Merakih, Menahil, Prangbakat dan Kelawu.

Selain itu Kala Sor juga nampak pada Wrespati Wuku Tolu, Dungulan, Kerulut, Menahil dan Dukut; Sukra Wuku Sungsang, Warigadean, Ukir, Kulantir, Langkir, Pahang, Merakih, Uye, Menahil dan Kelawu; dan juga Saniscara Wuku Julungwangi, Ukir, Pujut, Matal, serta Wayang.

6. Kala Katemu
Kala Katemu sebagai hari baik untuk menangkap ikan, berburu, mapikat (menangkap burung), memasang jerat, kungkungan, dan mangadakan pertemuan.

Kemuculan Kala Katemu, selain pada Wrespati Julungwangi, juga terjadi pada Minggu (Redite) Wuku Sinta, Julungwagi dan Pujut; Senin (Soma) Wuku Ukir, Tolu dan Krulut; dan Selasa (Anggara) Wuku Dunggulan, Pahang, Tambir dan Watugunung.

Selain itu hadir juga muncul pada Rabu (Budha) Wuku Tolu, Wariga, Langkir, Dukut; Wraspati Wuku Sinta,dan Pujut; Jumat (Sukra) Wuku Ukir dan Krulut; serta Sabtu (Saniscara) Wuku Tolu, Dunggulan, Pahang, Tambir dan Wayang.

7. Kala Jangkut
Kala Jangkut kehadirannya dipercaya sebagai hari baik untuk membuat pencar, jaring, senjata yang hadir hanya pada saat Pepet Kajeng. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved