Sensasi Melukat di Dasar Pura Goa Peteng Jimbaran, Disambut Ular Cokelat dalam Kegelapan
Sama seperti namanya, Pura Goa Peteng terletak di goa dengan tempat panglukatan yang gelap atau dalam Bahasa Bali disebut peteng.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Sama seperti namanya, Pura Goa Peteng terletak di goa dengan tempat panglukatan yang gelap atau dalam Bahasa Bali disebut peteng.
Pamedek yang ingin tangkil dan melukat, harus melewati tangga dalam kegelapan dengan kedalaman sekitar 30 meter.
Seperti apa sensasinya? Berikut kisah perjalanan jurnalis Tribun Bali, AA Seri Kusniarti.
Tak banyak yang tahu pura di kawasan Banjar Cengiling, Desa Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, ini.
Lokasi Pura Goa Peteng ini sangat tersembunyi, dan medan menuju ke sana cukup berliku dengan jalan kapur bertabur serpihan batu-batu besar.
Walau kini ada perbaikan, namun jalan menuju lokasi masih terbilang sangat alami. Alternatif lainnya, pamedek bisa melalui jalan dari pintu masuk Hotel Ayana menuju ke Rimba.
“Jalan dari pintu masuk Hotel Ayana lebih kondusif dan bisa dilewati. Ketika saya masuk lewat jalan yang banyak batu kapur, motor saya sempat tidak bisa naik. Beruntung warga memberitahu jalan alternatif lewat kawasan hotel ini pas balik pulang,” ujar pamedek asal Sukawati, Gianyar, Noviantari, yang tangkil bersama Tribun Bali.
Begitu sampai, saya dan Novi sempat bingung karena tidak melihat bangunan pura khas Bali seperti umumnya.
Lokasi juga sepi, hanya ada alat berat di seberang yang sedang bekerja membangun kawasan hotel.
Ditemani suara kicau burung dan jangkrik dari hutan di sana, kami duduk sejenak berharap ada warga lewat dan memberi petunjuk.
Tak lama, ada warga sekitar yang datang dan mengatakan bahwa tempat kendaraan kami parkir adalah pintu masuk ke Pura Goa Peteng, atau dengan nama lengkap Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar.
Jarak rumah pemangku atau pangempon pura pun tak jauh dari lokasi pura.
Jro Mangku bernama Ketut Kariyasa berjalan perlahan menuju pura setelah meminta izin di rumahnya sembari menghaturkan canang sari yang kami bawa.
Berbekal tongkat dan tas biru tua, pria lanjut usia ini berjalan dan membuka gembok gerbang pura.
Ternyata letak pura di bawah goa yang tertutupi pohon beringin.
Sekilas dari luar, hanya gerbang besi dengan pohon beringin yang terlihat.
Seekor ular kecil berwarna cokelat menyambut kedatangan kami.
Suasana sangat hening, saat pemangku menghaturkan banten pejati memohon izin dan keselamatan bagi pamedek yang malukat.
“Sedurung niki sampun wenten pamedek tangkil,” katanya dengan terbata-bata.
Sebagai informasi, pamedek yang hendak tangkil dan malukat ke Pura Goa Peteng membawa satu pejati dan canang sekitar lima sampai 10 untuk dihaturkan sebelum malukat.
Beberapa saat kemudian, dibantu pemandu bernama I Wayan Sumadi, kami dan dua anak kecil turun membawa senter ke dasar goa.
Semakin dalam semakin gelap, dan terasa penggap karena oksigen semakin sedikit. Di dekat kolam juga ada sekelompok kelelawar.
Pemangku setempat mengatakan, agar tidak kencing di kolam karena airnya diminum oleh pamedek.
Selain itu, saat masuk ke kolam disarankan memakai pakaian dalam. Kolam ini diperuntukkan baik untuk pria ataupun wanita dengan kedalaman sekitar 60-70 cm.
Pada usia senjanya, Jro Mangku Ketut Kariyasa masih siaga melayani pamedek yang datang bahkan dalam hitungan jam.
“Ya kadang malam juga ada yang datang sembahyang,” ujarnya.
Bahkan saat rahinan atau piodalan, pamedek yang datang lebih ramai. Piodalan di pura ini jatuh setiap Anggara Kasih Tambir pada hari Minggu.
Pura yang diperkirakan ada sejak zaman dahulu ini, dipercaya dapat membantu membersihkan diri dan menjernihkan pikiran.
Selain itu, ada pula yang percaya malukat di pura ini bisa memberikan tamba (obat) bagi yang sakit, dan memohon tirta (air suci).
Awalnya air di dalam goa digunakan untuk kehidupan sehari-hari, namun belakangan hanya untuk panglukatan atau pembersihan diri.
Di dalam goa ada dua jalan turunan menuju ke dasar, satunya untuk melukat dan satunya untuk nunas tirta.
Pada goa yang menuju arah selatan, ada sumber air simbol purusa (laki-laki) dan pradana (perempuan).
“Nah di goa yang untuk meminta tirta saja, jalannya lebih landai dibanding turunan ke arah tempat melukat,” ujar Jro Mangku Kariyasa.
Menurut kepercayaan di sana, selain kelelawar yang menjaga goa ini, ada pula ular piton sebagai penjaganya. Ular ini akan muncul jika ada yang berniat jahat atau buruk di pura.
Keunikan lainnya, air di dasar goa khususnya di tempat malukat terasa seperti payau, atau setengah tawar dan setengah asin sesuai geografi goa yang berdekatan dengan laut. (*)