Tak Ada Firasat Sebelum Maut Menjemput Ni Ketut Puspawati, Orang Tua Korban Tanah Longsor Syok
Nengah Karsi, orangtua Puspawati, tak pernah membayangkan kejadian nahas ini menimpa si buah hati. Tidak ada firasat apapun muncul sebelum maut menjem
Penulis: Saiful Rohim | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Isak tangis mewarnai rumah korban longsor di Banjar Dinas Jatituhu, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem, Senin (28/1) pagi.
Mereka masih syok dengan kepergian Ni Ketut Puspawati (28) serta Ni Ketut Martini (19) yang diterjang longsor, Minggu (27/1) malam.
Nengah Karsi, orangtua Puspawati, tak pernah membayangkan kejadian nahas ini menimpa si buah hati.
Baca: BREAKING NEWS! Satu Keluarga Tewas Tertimbun Tanah Longsor di Buleleng
Tidak ada firasat apapun muncul sebelum maut menjemput.
"Saya dapat informasi sekitar pukul 00.00 Wita dari mertua Puspawati. Dengar informasi itu, saya dan keluarga di Sidemen langsung syok dan menangis. Kami sampai tak enak makan." kata Karsi kepada Tribun Bali di rumah duka di Banjar Jatituhu, kem arin pagi.
Puspawati berasal dari Sidemen, Karangasem, dan menikah ke Jatituhu. Karsi pun datang ke Jatituhu setelah mengetahui anaknya meninggal.
Mertua Puspawati, Ketut Jiwa, pun mengaku tidak kuat menerima cobaan ini. Terlebih dua anak korban, yang merupakan cucunya, masih kecil-kecil.
Saat ini, dua anak korban yakni Kadek Ari Wirawan (2) dan Ni Luh Ari (9) dirawat di RSUD Karangasem.
Kadek Ari mengalami cedera di kepala dan patah tulang di kaki, sedang Luh Ari cedera sedang di kepala.
Hingga kemarin kedua anak ini belum mengetahui ibunya telah tiada.
"Kasihan anak-anaknya. Masih kecil sudah ditinggal ibunya. Sampai sekarang kita belum beritahu berita duka ini," kata Nengah Suaja, adik ipar korban, yang mendampingi Ketut Jiwa.

Kesedihan juga dirasakan ayah Martini, Nengah Pait. Menurutnya, sebelum kejadian korban Martini sempat bersenda gurau dengan keluarga.
Selain kehilangan Martini, sang cucu, Gede Napendra (10 bulan), juga mengalami luka di kepala. Bayi Napendra pun masih dirawat di RSUD Karangasem.
"Keluarga sempat senda gurau di rumah sebelum kejadian. Semoga dia dapat tempat terbaik di alam sana," harap Nengah Pait, berusaha iklas dengan kepergian anaknya.
"Korban longsor masih keluarga. Saya tidak menyangka kejadian seperti ini. Sampaai sekarang saya masih syok. Kepikiran cucu, dan keluarga yang telah meninggal dunia," kata istri Nengah Pait, Ni Ketut Tirta, sembari menitikkan air mata.
Ditambahkan, sebelum kejadian sekitar rumah diguyur hujan sejak siang hingga sore. Namun intensitas hujan sangat kecil. Tak ada tanda dan getaran apapun saat kejadian.
"Tiba-tiba longsor datang dan hantam rumah," imbuh Tirta.
Hingga kemarin kedua keluarga korban belum bisa memastikan kapan jenazah korban dikubur.
Pihak keluarga masih mencari hari baik untuk penguburan. Untuk sementara jenazah kedua korban masih disemayamkan di rumah masing-masing.
Sementara itu, korban longsor yang masih dapat perawatan sebanyak enam orang.
Dua orang dirawat di Puskesmas Kubu yakni Ketut Sukartawan dan Ni Komang Marini. Sedangkan Gede Napendra, Ni Luh Ari (9), Ni Kadek Nitasari (6), dan Ari Wirawan (2) dirawat di RSUD.
Dirut RSUD Karangasem, Wayan Suardana, menjelaskan kondisi korban yang dirawat di RSUD Karangasem mulai membaik.
“Psikis mereka juga mulai tenang. Mereka sudah mulai ngobrol dengan kerabatnya,” terangnya.
Nonton Televisi
Bencana longsor di Banjar Jatituhu ini terjadi pada Minggu (27/1) pukul 19.00 Wita. Longsor menghantam empat kepala keluarga atau 14 jiwa.
Dua orang meninggal dunia dan tujuh luka-luka.
Menurut saksi mata, I Nengah Darpa (28), korban Puspawati datang ke rumah Nengah Suarta pada Minggu siang.
Mereka datang hendak menjenguk Suarta yang sakit setelah jatuh dari kendaraannya.
"Yang menjenguk yakni keluarga Kadek Jirna, Ni Ketut Puspawati, dan keluarga saya. Mereka hingga malam di rumahnya Suarta, sambil nonton TV," kata Nengah Darpa saat ditemui di lokasi kejadian, Senin (28/1) kemarin.
Tak ada tanda apapun, tiba-tiba tebing yang berada di belakang rumah Suarta ambruk dan menghantam tembok rumah semi permanen.
Korban yang bersandar di tembok terkena hantaman material. Pintu yang semula terbuka seketika tertutup.
Anak-anak yang di dalam terjebak dan terkena material. Korban yang duduk di dekat pintu loncat dan keluar dari rumah.
"Istri saya, Ni Wayan Wangiyani, yang hamil delapan bulan juga kena material. Tulang di bagian bahunya patah. Sekarang sudah mendapat pengobatan dari petugas medis," jelas Darpa.
Perbekel Desa Ban, I Wayan Potag, menduga longsor terjadi karena tanah di sekitar kondisinya labil.
"Dugaan saya, kejadian semalam murni karena tanah labil," ungkap Potag, kemarin.
Untuk kerusakan rumah, pihaknya akan mengusulkan ke BPBD Provinsi. Untuk material sudah dievakuasi oleh petugas.
"Ini rumah bantuan pihak ketiga, makanya akan diusulkan," janjinya.
Pontag menambahkan, wilayahnya merupakan daerah rawan longsor karena tanahnya labil. Hampir 80 persen tanah di Ban merupakan tanah pertanian.
"Ban itu dekat dengan Gunung Agung dan Abang sehingga rawan longsor kalau hujan-hujan," kata Potag.
Potag menambahkan, warga di Ban terutama yang tinggal di pegunungan berharap pemerintah bisa memberikan solusi mengatasi permasalah pemukiman warga.
Hampir sebagian warga mendirikan rumah sekitar tebing.
"Kita imbau warga agar tak mendirikan rumah dekat tebing," ujarnya.