Dipanggil Polda Bali Terkait Kasus Paedofil, Ipung: Polisi Tidak Harus Tunggu Laporan
Dipanggil Polda Bali Terkait Kasus Paedofil, Ipung: Polisi Tidak Harus Tunggu Laporan
Penulis: Busrah Ardans | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dugaan kasus Paedofil yang terjadi di Ashram, Klungkung kini kembali menjadi sorotan.
Setelah sekian lama 'vakum' tak tersentuh, kini santer ramai di pemberitaan media se-Bali.
Kepolisian Polda Bali pun tampak serius akan mengungkapkan kasus yang telah diberitakan sejak 2008 itu.
Dirreskrimum Polda Bali Kombes Pol Andi Fairan saat ditemui di halaman depan Ditreskrimum Polda Bali ditanya mengenai dugaan kasus ini mengaku serius terhadap informasi apalagi menyangkut soal kejahatan terhadap anak.
"Kami sedang mencari tahu, mencari informasi mengenai kebenaran pemberitaan ini. Karena selama ini yang kita dengar hanya kata si A, kata si B. Kita cuma dengar yang 'katanya'jadi ini sedang menyelediki," kata Fairan yang tampak buru-buru.
Sementara berbicara komitmen, Polda Bali ia menjelaskan itu sudah tak perlu ditanyakan lagi.
"Itukan sudah isu internasional, ya kita serius lah," ucapnya sembari meninggalkan lokasi, Kamis (31/1/2019), sore tadi.
Beberapa waktu sebelumnya, Siti Sapurah sebagai pemerhati anak diwawancarai di Mako Polda Bali terkait kasus tersebut, mengatakan peristiwa itu sudah lama tapi semua diam.
Dirinya pun mendatangi Polda Bali untuk memenuhi permintaan Kasubdit 4 Renata Ditreskrimum Polda Bali memberikan keterangan terkait persoalan tersebut.
"Saya ke sini karena dipanggil, dan ditelpon sama Kasubdit 4 Renata Ditreskrimum Polda Bali. Dia bilang kapan Mbak Ipung bersedia dimintai keterangannya untuk melanjutkan informasi yang dibuat polisi kemarin," kata dia di hadapan wartawan.
Ia menuturkan, mengapa kasus tersebut mencuat lagi, karena dijelaskannya terkait postingan Ibu Koster yang dikomentari netizen karena berswafoto dengan GI.
"Kan waktu itu ada postingan foto Bu Koster bersama GI lagi menyerahkan buku budaya Bali yang akan dibawa ke India. Dan mendapat komentar dari teman saya. Akhirnya ibu Koster bereaksi. Awalnya dia marah, ada kelompok yang berusaha merusak hubungannya dengan GI. Saya nyimak terus dan sekali saja saya komentar. Saya bilang itu kasus sudah lama, tetapi semua pada diam. Karena belum bagian dari keluarga dia yang jadi korban,"
"Akhirnya teman saya memberitahukan kepada ibu Koster bahwa Ipung mengetahui. Dengan itu akhirnya Bu Koster mengundang teman-teman juga saya bertemu," tuturnya.
Bahkan ia mengatakan, kasus tersebut sudah muncul sejak 2002.
"Saya harap laporan saya ini bisa dibuat laporan informasi untuk polisi untuk menindaklanjuti keterangan yang saya berikan hari ini. Dan polisi yang memiliki kewenangan untuk investigasi dan masuk ke TKP apa yang terjadi di dalam," katanya yang begitu fasih.
Dijelaskan kembali, ketika dirinya terlibat dalam pengungkapan kasus sejak 2015 silam. Walaupun bukti-bukti tidak berada di dirinya, namun dia menekankan kalau dia masih ingat betul apa yang dibacanya dan bukti-bukti tersebut masih ada di seorang yang kata dia memiliki bukti.
"Bukti-bukti tidak ada di saya, tapi saya mengetahui bukti itu dan pernah saya sempat membaca. Jadi keterangan saya nanti ini bisa membuat polisi mendapatkan dokumen itu. Jadi ada empat dokumen, karena kejadian itu sudah terjadi 2008, 2010, 2012 dan 2015. dan 2015 itu saya terlibat,"
"Di dalam dokumen itu tercatat ada tiga unsur. Tiga unsur ini saya rasa sudah cukup untuk membuat laporan ke polisi," jelas Ipung sapaanya.
Waktu itu sambung dia, sekitar bulan Maret 2015 diadakan rapat-rapat itu. Dan sehari sebelum melaporkan kasus tersebut kepolisian ternyata dicancel.
"Tapi waktu itu setelah kita sepakat untuk melaporkan ke Polisi, H-1 sebelum berangkat saya dihubungi katanya kita cancel. Saya tanya ada apa? Katanya nanti dikabari lagi," sambungnya.
Tidak putus asa, dirinya sempat kembali mengecek laporan ke Polda, tapi saat dikonfirmasi ke Polda Bali tidak ada laporan yang masuk. Akhirnya dikatakannya dirinya down meskipun tetap mencari cara kasus ini bisa terungkap.
Dugaan jumlah korban ada tahun 2008 disebutnya ada 12 anak yang kabur dari Ashram. Sementara diketahuinya jumlah korban tahun 2015 ada 4 orang.
Ia pun menambahkan bahwa dirinya siap bertanggung jawab atas apa yang diucapkannya.
"Kalau ada pihak terduga yang keberatan saya siap. Dari awal saya sudah katakan saya akan mengambil konsekuensi apapun dari apa yang sudah saya katakan,"
"Saya akan tunjuk hidung kepada semua orang. Apakah semua orang berani bersumpah atas nama Tuhan? Kalau pun nanti mandek, saya akan terus berjuang ini target saya yang terakhir. Jika tidak mungkin saya akan istirahat dulu untuk kasus-kasus kejahatan seksual," tambahnya serius.
Ia juga mengimbau kepada pihak kepolisian agar melakukan investigasi ataupun langkah konkret lainnya. Karena dinilainya kasus tersebut bukan berarti polisi harus menerima laporan terlebih dahulu.
"Jadi ada beberapa model laporan yang bisa dilanjutkan oleh polisi, tentang suatu tindak pidana yang ada di masyarakat. Bisa karena ada korban yang melapor, bisa laporan mengenai adanya penemuan jenazah misalnya, juga informasi yang berkembang di masyarakat. Jadi dari informasi yang berkembang inilah polisi membuat laporan untuk menindaklanjuti. Dan mengambil laporan dari orang yang dianggap mengetahui adanya informasi tersebut,"
"Hukum tentang pidana umum atau kejahatan tidak perlu menunggu laporan kecuali KDRT harus ada delik aduan. Ada korban istri, atau anak yang melaporkan.
Tapi kalau seperti ini yang termasuk kejahatan luar biasa ini polisi tidak perlu lagi menerima laporan dari saksi atau dari korban, tidak perlu. Karena kejahatan seksual hanya ada dua pelaku dan korban. Seandainya korban tidak berani melapor dan polisi mendengar hal itu ada seharusnya polisi turun tangan," imbau Ipung jelas.
Anggaplah kasus Robert, ungkapnya ada 36 korban itu tidak ada laporan yang masuk.
"Itu tidak ada laporan yang masuk bang. Tapi polisi ke Tabanan investigasi di Vila-nya ternyata ketahuan kan. Nah kenapa ini tidak dilakukan? Saat ini sudah tahu dan kita harap bisa terungkap," ungkapnya, memberikan pernyataan.
Sementara itu, Kasubdit 4 Renata Ditreskrimum Polda Bali AKBP Sang Ayu Putu Alit Saparini saat diwawancarai usai membawakan materi di Desa Sanur Kauh perihal Kekerasan Seksual terhadap anak mengatakan pihaknya kini tengah mencari dan mendalami informasi yang beredar.
"Pembentukan tim khusus itu saya belum bisa bicara. Karena kami harus mencari informasi. Kan laporan gak ada, makanya kita perlu cari informasi datangnya ini. Apakah benar informasi itu. Perlu kita cek lagi,"
"Tentu itu jadi tugas kami. Inikan juga baru dimunculkan. Kalau kita bergerak dari tidak ada korban kan tidak mungkin," kata dia.
"Misalnya kalau hanya dengar isu misalnya, tapi kan harus kita ketahui korbannya siapa. Kita mau wawancarai bagaimana prosesnya, bagaimana terjadinya kan perlu kita dapat, kalau nggak dapat kan tidak bisa. Jadi perlu korbannya, di mana tempatnya, kejadiannya bagaimana. Perlu diketahui petunjuknya. Artinya masih perlu kebenaran terhadap informasi itu. Karena setahu saya tidak pernah ada laporan. Inikan masih isu," jelasnya panjang.
Pihaknya pun kini masih dalam tahap penyelidikan.
"Kita selidiki dulu. Kita mau cek dulu orang-orang ini, dari mana sumbernya. Soal investigasi tak semudah itu. Kita mau lebih dalam lagi, dan tidak hanya mendengar yang 'katanya' saja," tuturnya. (*)