Guru di Sekolah Menangis Mengingat Ismi Yang Meninggal Karena Digigit Ular Misterius di Rumahnya
Kepala Sekolah, Pudji Winarni, sampai menangis sesenggukan, mengenang kepergian siswinya, yang dikenal aktif dan bertanggung jawab tersebut.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Duka mendalam sangat dirasakan pihak SD Negeri 7 Gianyar atas kepergian seorang siswinya, Ismi Nursaubah (10) yang tewas dipatuk ular misterius di rumahnya di Kelurahan Samplangan, Gianyar, Bali.
Bahkan, Kepala Sekolah, Pudji Winarni, sampai menangis sesenggukan, mengenang kepergian siswinya, yang dikenal aktif dan bertanggung jawab tersebut.
Namun di balik peristiwa tragis ini, hal ini menjadi pelajaran berharga bagi setiap orangtua siswa, yakni jangan menyepelekan patukan ular dan kondisi lingkungan rumah supaya tak menjadi sarang ular.
Sebab tak sedikit masyarakat saat ini menyepelekan patukan maupun keberadaan ular.
Sembari menitikkan air mata, Pudji Winarni mengungkapkan, kepergian Ismi meninggalkan duka mendalam bagi SD Negeri 7 Gianyar.
Menurut dia, Ismi merupakan anak yang mudah bergaul dan bertanggung jawab.
Satu hal yang paling terngiang di pikiran Pudji Winarni dan Guru Walikelas, Budi Sutrisna adalah ketika Ismi terlambat datang ke sekolah, dan tidak mengikuti piket.
Keterlambatannya, biasanya terjadi karena tengah mengasuh adiknya, lantaran kedua orangtuanya tengah ada kesibukan.
“Kalau terlambat, kadang kan saya tegur, kok terlambat. Katanya lagi ngasuh adik. Karena tak ikut piket, ia katakan pada saya, nanti saat jam istirahat, saya yang akan bersihin toilet sekolah. Itu inisiatifnya sendiri, tanpa disuruh. Anak yang masih sekecil itu, memiliki tanggung jawab yang tinggi. Makanya, kami sangat merasa kehilangan,” ujar Budi Sutrisna.

Menurut Pudji Winarni, meskipun korban bukan anak yang paling cerdas di kelasnya.
Namun setiap guru mengenal sosok Ismi.
“Dimana pun kami duduk, pasti dia menghampiri untuk menyalami. Anaknya aktif. Saya dapat kabar duka itu, saat baru tiba di kantor. Langsung saya kumpulkan semua guru termasuk perwakilan murid, kami langsung ke sana. Kami semua menangis melihat murid kami sudah seperti itu (meninggal),” ujarnya.
Bercermin dari kasus ini, Minarni mengimbau pada semua orangtua siswa, supaya tidak menyepelekan gigitan ular.
Dia juga mewanti-wanti supaya, jika di dekat rumah terdapat semak belukar, supaya dipangkas agar tak menjadi sarang ular.
“Tak jarang masyarakat yang menyepelekan gigitan ular. Supaya peristiwa serupa tak terulang lagi, kami mengimbau orangtua murid supaya memperhatikan lingkungan sekitar. Dan, kalau digigit ular, segera periksakan ke rumah sakit. Sebab sekecil apapun ular itu, pasti berbahaya,” ujarnya.
Sempat Bermain Usai Dipatuk Ular
Sebelumnya diberitakan bahwa seorang bocah bernama Ismi Nursaubah (10), yang merupakan anak pertama pemilik warung makan Taliwang, Kelurahan Sampolangan, Gianyar, Bali, tewas digigit ular misterius, rabu (27/2/2019).
Ular yang merenggut siswi kelas V SD Negeri 7 Gianyar ini memiliki ciri-ciri fisik badannya sebesar jari telunjuk, panjang sekitar 50 centimeter (cm) dan berwarna hitam.
Saat Tribun Bali mendatangi tempat tinggal korban, situasinya sepi.

Tempat tidur korban berada di samping dapur yang penuh arang, toilet yang kondisinya becek, serta terdapat semak belukar di belakangnya.
Di sana hanya ada paman korban, Ibrahim (25).
Menurut Ibrahim, korban telah dipulangkan ke kampung halaman ayahnya di Jembrana untuk dimakamkan sekitar pukul 09.00 Wita.
Dengan mata berkaca-kaca, Ibrahim menceritakan kasus gigitan ular yang menghilangkan nyawa keponakannya tersebut.
Tragedi tersebut terjadi sekitar pukul 03.00 Wita.
Saat itu, korban, orangtuanya serta adiknya tengah tidur di kamar yang berada di pojok belakang warung.
Ular beracun tersebut diduga datang dari semak-semak yang berada di belakang kamar korban.
“Pagi sekitar jam 3, keponakan saya bangun karena digigit ular. Dia tidak nangis sama sekali. Bahkan sempat bermain dengan anaknya,” ujar Ibrahim.
Mengetahui di kawasan sana terdapat ular, Ibrahim pun mencari keberadaannya.
“Setelah ditangkap, saya tanya ke ibu keponakan saya, ular ini mau diapakan. Katanya, jangan dibunuh, biarin saja hidup. lalu saya masukkan ke dalam botol, lalu dibuang ke Tukad Pakerisan,” ujarnya.
Ibrahim dan keluarga awalnya menyangka itu hanya gigitan ular biasa.
Namun sekitar pukul 08.00 Wita, kondisi keponakannya mengatakan tidak enak badan.
Setelah itu, merekapun membawa kobran ke rumah sakit swasta terdekat.
Namun nahas, nyawa ponakannya tersebut tak bisa diselamatkan.
Ibrahim mengaku menyesal membawa keponakannya ke rumah sakit tersebut, lantaran kurang sigap dalam memberikan pertolongan.
“Saat di rumah sakit, tidak langsung ditangani. Padahal keponakan saya sudah bilang sakit. Baru, setelah keponakan saya sesak nafas, baru dokternya sibuk, akhirnya keponakan saya meninggal,” sesal Ibrahim.
Ibrahim mengimbau pada setiap rumah sakit, supaya memperbaiki kepekaannya terhadap pasien, supaya tak ada lagi Ismi lainnya.
“Dokternya, sibuk ngobrol, ada juga yang sibuk main handpone. Seharusnya kalau tidak bisa menangani, segera dong dirujuk ke rumah sakit lain. Kalau saja penanganannya tidak seperti ini, mungkin keponakan saya masih bisa diselamatkan,” sesalnya lagi.
Ibrahim mengatakan, dirinya sangat kehilangan sosok keponakan yang ceria dan cerdas.
“Keponakan saya ini cerdas, dia paling cerdas di antara keluarga. Dia juga aktif, segala jenis ekstrakulikuler di sekolah dia ikuti, termasuk panjat tebing,” ujarnya sambil menitikkan air mata. (*)