Ogoh-ogoh 'Cemer Ikang Segara': Ketika Sang Hyang Baruna Murka Lautan Tercemar
Ogoh-ogoh 'Cemer Ikang Segara'mengangkat narasi lingkungan yang kompleks tentang dampak sampah plastik pada ekosistem dan biota laut
Penulis: eurazmy | Editor: Widyartha Suryawan
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dinas Kebudayaan Kota Denpasar telah menetapkan 32 karya terbaik dalam Lomba Ogoh-ogoh Denpasar 2019 ini.
Dari sekian nominator, sejumlah karya ogoh-ogoh memiliki karakter tersendiri dan layak diapresiasi karena menyoroti permasalahan penting dan faktual seperti dampak sampah di laut yang makin tercemar.
Seperti ogoh-ogoh bertema lingkungan yang digarap oleh ST Sesana Putra, Banjar Tengah, Ubung, Denpasar Utara.
Judulnya 'Cemer Ikang Segara', mengangkat narasi lingkungan yang kompleks tentang dampak sampah plastik pada ekosistem dan biota laut.
Digambarkan melalui ogoh-ogoh setinggi 5,5 meter itu, Sang Hyang Baruna Murti dengan menunggang Gajah Mina tampak murka karena laut sebagai daerah kekuasaannya dicemari manusia dengan sampah plastik.
Kemurkaan Hyang Baruna adalah simbol bencana bagi manusia yang telah membuat ekosistem bumi rusak, biota-biota laut mati. Selain Hyang Baruna, juga ada karakter dewi laut yang sedang menangis sedih.
Pesan dan kritik lingkungan ini ditegaskan pula dengan karakter ikan paus dan penyu di bawah instalasi. Perut ikan paus dipenuhi sampah-sampah plastik.
Sementara, simbol penyu yang terancam punah digambarkan terjerat dalam jaring.
Ketua ST Sesana Putra, Made Yudi Artawa mengatakan, tema ogoh-ogoh ini berangkat dari keprihatinan mereka atas matinya ikan paus di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara 2018 lalu.
Ikan Paus berjenis paus sperma sepanjang 9,5 meter itu mati dalam keadaan membusuk dengan isi perut terbuka dan penuh dengan sampah plastik.
Di dalam perut paus ditemukan 5,9 kilogram sampah plastik mulai dari tutup galon, bungkus mie instan, tali rafia, botol plastik hingga sandal jepit.
''Kejadian ini membuat kami tergugah dan ingin membuat masyarakat sadar bahwa ternyata kita sendirilah yang mencemari lingkungan, terutama laut,'' ungkapnya saat ditemui Tribun Bali.
Berdasarkan data dari Direktur Jenderal Pengelola Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 9,85 miliar lembar sampah plastik dihasilkan setiap tahun dan mencemari lingkungan selama lebih dari 400 tahun.
Yudi menambahkan, sampah plastik menjadi musuh utama, tak hanya di darat, bahkan kini meluas mencemari lautan.
Seharusnya, kata dia, dengan peradaban yang semakin maju dan berkembang juga harus diiringi dengan kesadaran manusia terhadap lingkungan yang selama ini membesarkannya.
Kedepan, ia bersama kawan-kawannya berencana mengawal isu sampah plastik ini dengan memulai langkah kecil. Seperti membagikan kantong belanja dari kertas (paper bag) misalnya. (*)