Ayunan Bermakna Poros Kehidupan, Sarana Upacara Usaba Sambah di Tenganan Pegringsingan

Beberapa sarana upacara Usaba Sambah telah disiapkan, diantaranya mendirikan ayunan terbuat dari kayu cempaka

Penulis: Saiful Rohim | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Saiful Rohim
Ayunan di Desa Adat Tenganan Pegeringsingan, Kecamatan Manggis, Rabu (12/6/2019). Ayunan ini sudah disucikan dan didirikan saat upacara Usaba Sambah. Ayunan Bermakna Poros Kehidupan, Sarana Upacara Usaba Sambah di Tenganan Pegringsingan 

Ayunan Bermakna Poros Kehidupan, Sarana Upacara Usaba Sambah di Tenganan Pegringsingan

TRIBUN-BALI.COM, AMLAPURA - Rangkaian Usaba Sambah di Tenganan Pegringsingan, Kecamataan Manggis telah dimulai.

Beberapa sarana upacara telah disiapkan.

Diantaranya mendirikan ayunan terbuat dari kayu cempaka oleh teruna Tenganan Pegringsingan.

Jumlah ayunan sekitar 4 unit, dipasang di beberapa titik.

Setiap ayunan terdiri delapan tempat duduk.

Masing-masing 2 unit bagian atas, bawah, depan dan belakang.

Ayunan terbuat dari kayu cempaka, dipasangi bunga dari janur, dan diberikan hiasan.

Klian Kedua Desa Adat Tenganan Pegringsingan, I Wayan Sudarsana mengaku, prosesi pendirian ayunan merupakan rangkaian Usaba Sambah yang digelar setiap tahun.

Ayunan didirikan oleh krama adat lelaki, 15 hari seebelum puncak acara.

Baca: Papan Peringatan Tergerus Material Piroklastik, Nyawa Kadek Yoga Melayang di Kubangan Maut

Baca: Sapu Bersih! Gunawan Fokus Jelang Lawan PSIS Semarang

"Kayunya dari pohon cempaka dan telah disucikan. Digunakan daha (perempuan yang belum menikah) setiap sore hari," jelas Sudarsana, Rabu (12/6/2019).

Proses penyucian ayunan yakni ngayunan lokan, dengan sarana berupa damar sentir dan prosesi sekitar 30 menit.

Ayunan bisa dipakai setelah disucikan.

Teruna (lelaki yang belum nikah) bertugas memutar ayunan sebanyak enam kali.

Tiga kali diputar ke arah utara, dan tiga kali ke selatan.

Sedangkan daha yang menaiki ayunan harus mengenakan kain gerinsing.

"Kain geringsing adalah pakaian khas Tenganan Pegringsingan. Harus dipakai saat menggelar upacara sakral. Secara bahasa, geringsing artinya tak sakit. Sedangkan secara istilah kain penolak balak," imbuhnya.

Ditambahkan, tradisi ayunan bermakna sebagai poros kehidupan setiap manusia di muka Bumi.

Baca: Muzdalifah Singgung Banyak Yang Goda Fadel Islami, Saat Dipanggil Sayang Begini Responnya

Baca: Kurangi Plastik Bareng Perkushi, Gaungkan Isu Lingkungan Lewat Event Reduce

Dimana kehiduapan setiap manusia terus berputar seperti ayunan.

Kadang berada di bawah, kadang di atas, dan kadang di tengah teergantung waktu yang ditentukan.

"Ayunan mengingatkan kita pada proses kehidupan, sehingga kita bisa introspeksi atau evaluasi diri saat berada di atas dan di bawah. Kita tidak tahu kapan berada di bawah dan berada di atas. Karena hidup terus berputar. Seperti perekonomian orang," kata Sudarsana.

Ayunan ini merupakan alat sakral bagi warga Tenganan Pegringsingan yang merupakan warisan leluhurnya.

Usia kayu yang digunakan untuk ayunan mencapai puluhan tahun.

Kayu diambil dari pohon cempaka di sekeliling Bebukitan Tenganan Pegringsingan.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved