Dugaan Korupsi APBDes Dauh Puri Kelod Rp 1 M Lebih, Lima Pejabat Pemkot Denpasar Diperiksa
Lima pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar diminta keterangan oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar
Penulis: Putu Candra | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Lima pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar diminta keterangan oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Selasa (18/6).
Para pejabat itu diperiksa terkait perkara dugaan korupsi APBDes Desa Dauh Puri Kelod, Denpasar Barat, yang nilainya lebih dari Rp 1 miliar.
Kasi Pidsus Kejari Denpasar, Nengah Astawa, membenarkan pemeriksaan lima pejabat Pemkot Denpasar itu dalam rangka penyidikan perkara dugaan korupsi APBDes Dauh Puri Kelod.
"Jadi perkara ini sudah naik status dari tingkat penyelidikan ke penyidikan. Untuk penyidikan, lima saksi ini yang pertama kami periksa,” tegasnya saat dikonfirmasi, kemarin.
Lima pejabat Pemkot Denpasar yang diperiksa adalah Inspektorat, Ida Bagus Gde Sidharta, Kepala Dinas PMD (Pemberdayaan Masyarakat Desa), Ida Bagus Alit Wiradana, Kepala BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) yang juga mantan Camat Denpasar Barat, Ida Bagus Joni Wiratama, serta Kepala BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah), dan mantan Camat Denpasar Barat yang nama tak disebutkan Kasi Pidsus Kejari Denpasar.
Namun Astawa enggan berkomentar lebih banyak terkait materi pemeriksaan kemarin.
Ia hanya mengungkapkan selanjutnya pemeriksaan akan dilakukan terhadap staf dan pejabat Desa Dauh Puri Kelod.
Terkait pemeriksaan mantan Perbekel Dauh Puri Kelod, I Gusti Made WN, pihaknya belum bisa memastikan kapan akan dilakukan pemeriksaan.
"Yang bersangkutan (mantan Perbekel) sudah sempat dimintai klarifikasi saat pengumpulan data. Tapi untuk penyidikan belum diperiksa," tutur mantan jaksa di Kejari Gianyar ini.
Astawa juga menyebutkan, dari kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,03 miliar sudah ada pengembalian ke kas daerah sekitar Rp 300 juta lebih.
Yaitu dari mantan Perbekel Dauh Puri Kelod yang kini terpilih menjadi Anggota DPRD Kota Denpasar, I Gusti Made WN sebesar Rp 8,5 juta, Kaur Keuangan Rp 102 juta dan Bendahara Rp 144 juta.
"Sisanya sekitar Rp 770 juta ini masih kami dalami lagi. Ke mana saja aliran uang ini," ucapnya.
Berdasarkan LHP Khusus
Awal mula perkara ini dilaporkan karena berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Khusus dari Inspektorat Kota Denpasar.
Mengacu pada LHP Khusus Inspektorat Kota Denpasar ditemukan selisih Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) tahun 2017 di Desa Dauh Puri Kelod. Nilainya mencapai Rp 1 miliar lebih.
Diceritakan Mardika (pelapor) kala itu, pada bulan Mei 2017 dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kota Denpasar.
Termasuk monitoring di Desa Dauh Puri Kelod untuk anggaran tahun 2012 sampai 2016.
"Dari hasil monitoring DPMD laporan tahun 2017 ditemukan selisih Silpa tahun 2016 Rp 1,8 miliar. Dari Silpa Rp 1,8 miliar itu, tidak ada uangnya kisaran Rp 900 juta lebih," ungkapnya.
Selanjutnya desa membentuk tim penelusuran, mencari selisih. Dari audit internal, kata Mardika, setelah melalui proses SPJ yang ada, memang terindikasi adanya penyimpangan. Hanya saja, pada waktu itu, tim belum berani menyampaikan finalisasi hasil temuan.
"Diduga ada (penyimpangan) dan telah ada pengakuan dari bendahara, bahwa ada pemakaian dana APBDes. Hanya dia tidak tahu secara pasti berapa anggaran yang digunakan. Waktu itu kami belum berani menyampaikan ke publik, karena ada pejabat di Kota Denpasar meminta hal ini jangan dulu diungkap," terangnya.
Terkait laporan itu Mardika tidak melaporkan orang per orang. Memang dalam dugaan ini Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dijabat oleh perbekel.
"Secara kebetulan, perbekel kami yang lama ini mencalonkan diri sebagai Caleg di DPRD Kota Denpasar. Perbekel kan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Masalah dia terlibat atau tidak, saya tidak berani menyatakan itu. Yang saya laporkan adalah dugaan korupsi di Desa Dauh Puri Kelod," tegasnya.
Kembali menjelaskan hasil temuan dari tim penelusuran kasus bentukan desa itu, Mardika yang ikut menjadi anggota tim bertemu dengan Wakil Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara.
Kemudian wakil wali kota memerintahkan inspektorat melakukan proses pemeriksaan.
Target waktu pemeriksaan dua bulan, dan hasil pemeriksaan dari inspektorat dilaporkan ke wali kota tanggal 28 Agustus 2018.
Selain ke wali kota, berdasarkan aturan Aparatur Pengawas internal Pemerintah (APIP) seharusnya juga melaporkan hasil itu kepada aparat penegak hukum.
"Dua bulan setelah 60 hari kerja ketika sudah hasil, dilaporkan kepada aparat penegak hukum. Ini dari bulan Agustus 2018 sampai adanya laporan tanggal 7 Januari 2019 kemarin, menurut jaksa belum ada tembusan LHP Khusus dari Inspektorat Kota Denpasar," beber Mardika. (*)