Pesta Kesenian Bali
Bangli dan Buleleng Unjuk Gigi di Parade Gong Kebyar Anak-anak PKB 2019
Parade Gong Kebyar Anak-anak kali ini menampilkan duta kabupaten Bangli dan Buleleng
Penulis: I Wayan Sui Suadnyana | Editor: Irma Budiarti
Bangli dan Buleleng Unjuk Gigi di Parade Gong Kebyar Anak-anak PKB 2019
Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Parade Gong Kebyar Anak-anak Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tahun 2019 berlangsung di panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya (Art Center), Denpasar, Selasa (25/6/2019) malam.
Parade Gong Kebyar Anak-anak kali ini menampilkan duta kabupaten Bangli dan Buleleng.
Parade ini memang telah rutin diadakan setiap tahun dalam PKB dan menjadi gengsi tersendiri untuk menunjukkan kemampuan terbaik.
Kali ini giliran Komunitas Seni SMP 1 Bangli, Duta Kabupaten Bangli bersanding dengan Sekaa Gong Kebyar Anak-anak Sanggar Seni Anglocita Suara, Kelurahan Penarungan, Kecamatan Buleleng.
Penampil pertama dibuka oleh Kabupaten Bangli dengan Tari Merak Angelo.
Tarian yang diciptakan oleh seniman asal Bangli yakni I Ketut Reno dan I Dewa Darmayasa ini memang sengaja dipilih sebab para penciptanya berasal dari Bangli.
Baca: Fakta Meninggalnya Mantri Patra Saat Menjalankan Tugas di Daerah Pedalaman Teluk Wondama
Baca: Fasilitas Lengkap dan Canggih, RS Kasih Ibu Siap Layani Anggota DPR RI
Selain itu, Tari Merak Angelo menunjukkan keindahan lokal genius Bangli.
Untuk tabuh sendiri, Bangli menampilkan tabuh kreasi berjudul Kokar Jaya, tabuh ini dipilih sebab melambangkan sari-sari rasa semangat memainkan gamelan.
Tabuh Kokar Jaya yang diciptakan oleh I Wayan Beratha pada tahun 1983 ini merupakan salah satu materi wajib yang menjadi pilihan Kabupaten Bangli.
Sedangkan, untuk garapan maplalian Bangli hadir dengan garapan bertajuk Mapindek-pindekan.
Keberadaan materi maplalian ini tak terlepas dari sebuah langkah untuk mengingatkan anak-anak bahwa masih bisa mencari kebahagiaan melalui permainan tradisional.
Adapun garapan tari kreasi baru, Bangli menjadikannya sebuah garapan pamungkas yang berjudul Sisya Sesana.
Penggarap tari kreasi ini yaitu I Kadek Sudiasa, ingin mengungkapkan bahwasanya siswa memiliki sesana (kewajiban) yang patut dijalankan untuk mendapatkan sebuah kenyamanan dalam kegiatan pembelajaran.
Baca: Kini Tinggal di Bali Bersama Jennifer Dunn, Penampilan Faisal Harris Jadi Sorotan
Baca: 3 Olahraga Ini Bisa Mengatasi Gejala Kecemasan
Buleleng dengan tabuh kreasi Jaya Warsa yang diciptakan Gusti Putu Made Griya pada tahun 1968 menjadikan sebuah penampilan yang lembut namun kuat.
Lokal genius juga ditunjukkan oleh Buleleng dengan membawakan Tari Cendrawasih, sebab tari ini diciptakan oleh maestro Buleleng yakni I Gede Manik pada tahun 1956.
Kini tarian ini masih dikembangkan pula oleh maestro tari asal Bali Utara lainnya yakni Luh Menek.
Selanjutnya, Buleleng menampilkan garapan tari kreasi yang menggabungkan nuansa tarian rakyat, Sang Hyang, dan Bebarisan dengan garapan bertajuk Jaran Ngadang.
Sedangkan untuk garapan maplalian sendiri, Buleleng mempersembahkan sebuah garapan berjudul Makorot-korotan.
Permainan tradisional yang mulai jarang dimainkan ini, layaknya permainan melayangan sehingga dalam hal ini Buleleng ingin menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu sumber daya angin telah dimanfaatkan.
Baca: Kodim 1610/Klungkung Bersama Warga Desa Nyanglan Persiapan Menyongsong Pembukaan TMMD ke 105 TA 2019
Baca: Naomi Zaskia Tak Bisa Menyembunyikan Kesedihannya Saat Berpisah dengan Sule di Bali, Ucap Begini
Dalam garapan permainan tradisional ini, Buleleng tampil dengan lawakan logat khas Buleleng.
Para pemain tampak enjoy dalam memainkan garapan ini.
Berdasarkan pengamatan Ida Ayu Wimba Ruspawati, kedua kabupaten yang tampil malam itu telah berusaha menyajikan apa yang mereka miliki.
Menurut Wimba yang menjadi salah satu tim pengamat dan pembina, setiap kabupaten perlu memperhatikan penggunaan properti dalam tari kreasi.
“Sudah kami tekankan sejak awal, untuk penggunaan properti jangan berlebihan, para penggarap harus memperhatikan ini agar esensi tari kreasi tidak tenggelam karena properti yang berlebihan,” ujar Wimba.
Terlepas dari itu semua, Wimba telah selalu mengharapkan keberlanjutan Parade Gong Kebyar Anak-anak ini sebagai sarana berkreasi seniman muda Bali. (*)