Ngopi Santai

Aku dan Anjing di Lintasan Jogging Itu

Intinya, saya memohonkan supaya anjing itu diberi keselamatan. "Semoga kamu berbahagia..., semoga kamu berbahagia...".

Penulis: Sunarko | Editor: Rizki Laelani
dokumentasi Tribun Bali
Seekor anjing bersantai di sebuah pantai di Bali. 

Aku dan Anjing di Lintasan Jogging Itu

Di bawah ini percakapan nyata yang berlangsung di sebuah warung nasi beberapa hari lalu.

“Dasar ! Dia itu lahir, mulai kecil hingga besar tinggal di Indonesia, tapi dibilangi pakai bahasa Indonesia gak ngerti-ngerti,” ujar seorang pembeli.

“Siapa yang gak ngerti bahasa Indonesia itu, pak?” tanya ibu pemilik warung.

“Itu bu, berisik dari depan rumah tetangga sebelah. Dari tadi pagi sampai hampir siang ini bikin berisik. Saya teriaki ‘hei kau diam, stop!” tetap aja dia,” kata si pembeli.

“Oalah, itu si Miki anjing ya? Ya jelas toh paaak, dia gak bisa omong bahasa Indonesia. Saya sampe serius banget dengirin bapak, kirain siapa tadi. Eh ternyata bercanda,” ucap pemilik warung sembari tersenyum.

***

Sebelumnya, saya tergolong orang yang takut berdekatan dengan anjing.

Bisa jadi, salah-satu sebabnya adalah suatu peristiwa yang berlangsung saat saya masih duduk di bangku SD.

Waktu itu, saya melihat bagaimana adik saya dikejar anjing tetangga, yang membuatnya lari tunggang-langgang, dan menangis. Beruntung si pemilik anjing buru-buru mengatasinya, sehingga tidak terjadi apa-apa pada adik saya.

Takut sekaligus benci pada anjing pun bercampur jadi satu. Ada perasaan was-was juga dengan jilatan air liurnya.

Namun, entah mengapa, ketika National Geographic Channel mulai memutar serial “Dog Whisperer with Cesar Milan” beberapa tahun lalu, saya sangat menyukai tayangan itu.

Bahkan, saya kian penasaran terhadap bagaimana relasi antara anjing dengan manusia, dan anjing dengan sesama anjing –yang isu itu banyak diungkap di tayangan ”Dog Whisperer”.

Setelah sekian lama menjauhi anjing karena takut, kemudian muncullah kejadian beberapa waktu lalu, yang cukup menguji saya.

Pagi itu saya sedang berolahraga jalan cepat di sebuah putaran jogging track di sebuah kawasan persawahan di Denpasar.

Saat jalani putaran ketiga, tiba-tiba terlihat anjing pas di tengah lintasan yang akan saya lalui. Tidak tahu, anjing itu milik siapa. Tapi untuk tuntaskan putaran, mau tak mau saya harus melewati tempat anjing itu berdiri.

Si anjing itu agak besar. Taringnya sudah agak terlihat dari beberapa meter (lha iya kok sorot mata saya ini tertujunya ke arah taring...).

Namun, berbekal “ilmu” dari seringnya menonton serial ”Dog Whisperer”, saya mulai agak mengerti bagaimana berhadapan dengan anjing.

Saya juga berpikir untuk menguji ilmu itu, yang intinya adalah tentang bagaimana berkomunikasi secara pas (dengan anjing) dalam ranah energi --yang itu erat terkait dengan dinamika emosi atau perasaan.

Pesan utama Cesar Milan dalam menghadapi anjing adalah: tetaplah tenang namun tegas (calm and assertive).

Mencoba terus mengingat pesan Cesar itu, serta terutama agar perasaan lebih tenang ketika berhadapan dengan anjing, saya juga mengucap doa dalam hati.

Intinya, doa untuk menetralisir rasa takut dan tentang keselamatan anjing.

"Semoga kamu berbahagia..., semoga kamu berbahagia...".

Demikian salah satu kalimat "doa" yang terucap berkali-kali dalam hati, yang saya tujukan kepada anjing itu sembari saya terus jalan.

Baca: Gempa Situbondo dan Gonggongan Anjing-anjing Itu

Kalimat "doa" kebahagiaan itu saya ketahui pertama kali dari sebuah pelatihan tentang abundance (keberlimpahan diri).

Sesungguhnya "doa" itu mengutip dari pelajaran unik yang diperkenalkan oleh seorang karyawan Google Inc., insinyur Chade Meng Tan.

Nama Meng (demikian panggilan Chade Meng Tan) melambung beberapa tahun lalu.

Dialah orang yang berhasil menginspirasi perubahan budaya kerja di Google, yang hal itu pada gilirannya sukses membawa Google Inc. berada di peringkat pertama dunia sebagai perusahaan paling nyaman untuk tempat kerja.

Rangking pertama itu dipertahankan Google selama beberapa tahun.

Meng yang kemudian ditempatkan di Universitas Google (semacam lembaga diklat-nya korporasi itu) adalah kreator virus kebahagiaan di Google lewat program pelatihan uniknya yang bernama Search Inside Yourself.

Mengikuti program itu, karyawan Google dilatih Meng untuk membiasakan diri berpikir bahagia, salah-satunya dengan setiap hari selama 10 detik mendoakan dalam hati minimal 2 orang yang dijumpainya di kantor.

Kira-kira begini ilustrasinya:
Jika karyawan A kebetulan melihat karyawan B melintas, karyawan A kemudian hening sekian detik dan berdoa dalam hati dengan kalimat: "semoga kamu (B) berbahagia..."

Berkat program saling mendoakan rancangan Meng ini, indeks kepuasan karyawan di Google naik.

Karyawan pun kian kreatif, inovatif dan produktif dalam melahirkan ide-ide baru, yang kemudian melejitkan Google sebagai perusahaan digital papan atas di planet Bumi.

Pada tahun 2015, Meng mundur dari Google setelah mengabdi selama 15 tahun. Ia mendirikan perusahaan konsultansi & pelatihan Search Inside Yourself Leadership Institute, yang disingkat SIYLI (kadang diplesetkan dibaca "Silly", yang berarti bodoh).

Tahun 2018 lalu, SIYLI sempat mengadakan workshop di Ubud, Bali.

Oke kembali ke laptop, ke soal anjing di lintasan jogging tadi.

Sejak posisi saya masih belasan meter jauhnya dari tempat berdiri anjing itu, terucapkan terus dalam hati kalimat "semoga kamu berbahagia..., semoga kamu berbahagia...".

Saat mendekati sekitar 3 meter dari posisi anjing, sempat konsentrasi saya terpecah dan muncul kembali rasa khawatir (gak sampai terpikir akan digigit sih, meski saya juga tak minta digigit).

Beruntung, saat olahraga saya biasa bawa hand-grip (alat olahraga untuk kuatkan otot tangan/jari). Saya tekan hand-grip dengan niat untuk kembalikan konsentrasi.

Saya kian dekat dengan posisi anjing itu, dan apa yang terjadi?

Anjing itu tidak berpindah posisi. Saya berusaha tidak menatapnya, dan tetap fokus untuk berusaha tenang dengan mengatur napas.

Wuss...akhirnya saya pun berhasil melewatinya. Anjing itu masih diam di tempatnya, dan saya sama sekali tak membuatnya terusik.

Padahal, lintasan jogging itu cuma selebar 1 meter. Saya hanya berusaha menghindar sedikit, tapi tak berniat menjauhinya saat melewati posisinya. Lagipula, kanan kiri adalah selokan (meskipun bisa dilompati sih...).

Saya tidak tahu apakah happy ending, dan mulus saat berhadapan dengan anjing itu karena rapalan "doa" yang terinspirasi Chade Meng Tan itu atau karena hal lain.

Yang jelas, secara umum berdoa membuat hati tenang. Dan, ketenangan (di samping ketegasan) merupakan salah-satu faktor penting untuk menundukkan anjing, yang sangat peka pada getaran perasaan.

Bagaimanapun, tentu tetaplah waspadai anjing rabies, karena "jurus" tersebut di atas bisa jadi tak manjur sama sekali saat menghadapi anjing rabies.

Menurut Cesar Milan yang juga pengelola Pusat Psikologi Anjing di California, anjing adalah makhluk yang sangat peka pada getaran energi.

Semakin hati kita tenang saat berhadapan dengan anjing, maka semakin mudah anjing itu patuh pada "kemauan hati" kita.

Komparasi kepekaan anjing dan manusia tergambarkan dengan contoh di bawah ini:

Manusia masih bisa mendeteksi/membaui adanya jejak sesendok makan gula yang dituang ke dalam sebuah cangkir dan kemudian diaduk.

Tapi, bagaimana jika sesendok gula itu dituang dan diaduk ke dalam air yang memenuhi bak mandi, masih bisakah hidung manusia mendeteksi dan mengetahui adanya campuran gula di bak itu?

Nah, ajaibnya anjing, dia bisa mendeteksi/mengetahui adanya jejak sesendok makan gula yang dituangkan ke dalam kolam renang standar Olimpiade !!

Itu berdasarkan hasil penelitian ilmiah para ahli, yang diungkap oleh National Geographic.

Bagi orang-orang yang memiliki pengalaman buruk dengan anjing atau bahkan fobia pada anjing (canine phobia), bacalah pesan Cesar Milan dalam bukunya "Cesar`s Way; The Natural, Everyday Guide to Understanding and Correcting Common Dog Problems":

Yang terpenting dipahami tentang energi adalah bahwa ia merupakan terjemahan/ekspresi dari emosi. Tentu saja, anda tak perlu bilang pada anjing bahwa anda sedang sedih, gembira atau rileks, karena anjing sudah tahu dengan tepat bagaimana yang anda rasakan melalui inderanya. Ia mampu mendeteksi energi yang terpancar dari perasaan anda.

Banyak kisah tentang bagaimana binatang peliharaan seperti anjing atau kucing yang menghibur bahkan menyelamatkan pemiliknya yang sedang sedih, depresi atau berduka. Binatang itu tahu keadaan yang sedang dialami oleh pemiliknya.

Cesar melanjutkan:
“Sebuah studi oleh ilmuwan Prancis menyimpulkan bahwa anjing menggunakan indera penciumannya untuk membedakan kondisi emosional manusia. Namun, dari pengalaman panjang saya berada bersama sekian banyak anjing, saya bisa katakan lebih jauh: anjing bahkan bisa menangkap perubahan-perubahan sangat halus dalam energi dan emosi orang-orang di dekatnya. Tentu, anjing tak bisa memahami konteks masalah majikannya, yakni dia tak tahu apakah perasaan sedih majikannya itu karena persoalan patah hati, perceraian ataukah baru dipecat dari pekerjaan. Namun, suasana hati akibat persoalan-persoalan tersebut menciptakan emosi, dan emosi itu mengandung getaran (energi) yang universal, yang bisa ditangkap oleh ketajaman indera anjing”.

So, bisakah anjing menjadi alat tes untuk mengukur ketenangan hati kita?

Bagaimana pendapat(an) anda?

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved