Smart Woman
Belajar Megambel Sejak Dini, Kini Sraya Lihai Makendang dan Mantapkan Diri Jadi Komposer
Sejak dirinya duduk di bangku kelas 3 sekolah dasar, ia sudah diajak ayahnya untuk mengenal dan bermain gender wayang.
Penulis: Karsiani Putri | Editor: Widyartha Suryawan
Adapun berbagai karya komposisi musik dan komposisi musik tari yang telah Ia ciptakan yakni di tahun 2016 menghasilkan karya Dharma Murti, S.o.S (Shape of Shape), di tahun 2017 menghasilkan karya Kangkat, Love is God.
Pada tahun 2018 dan 2019 Sraya juga berhasil menciptakan Rain-Ly, Krepetan, A Ketel, Titk Nol dan berbagai karya lainnya. Meskipun telah berhasil menghasilkan berbagai karya, Sraya menuturkan bahwa ia ingin terus belajar dan belajar sehingga terus dapat menciptakan berbagai karya.
Kini di usianya yang akan menginjak usia 23 tahun, ia bercita-cita melanjutkan S2 di luar negeri dalam bidang komposisi atau etnomusikologi.
“Harapan saya untuk para perempuan di Bali, siapa pun yang berminat terhadap dunia seni khususnya karawitan, harus berani, tekun dan fokus. Dan juga harus kerja keras karena kita sebagai perempuan dari segi kekuatan sangatlah berbeda dari laki-laki. Namun, melalui kerja keras, perempuan juga bisa menyerupai kekuatan laki-laki,” ungkap Sraya ketika ditemui di kediamannya di Jalan Jagaraga Celuk, Sukawati, Gianyar.
Bapak Jadi Pendorong
SEJAK usia dini, Sraya selalu diajarkan dan dituntun dalam mengenal dunia musik tradisional Bali dari I Nyoman Suryadi, ayahanda Sraya. Bapaknyalah yang bisa dibilang sebagai dorongan terkuat Sraya dalam berkarya selama ini.
Memiliki seorang bapak yang sejak dulu mempunyai kecintaan akan seni, membuat Syara juga diajak dan dilatih dalam mengembangkan kemampuannya dalam seni mulai dari kendang sampai dengan membuat komposisi musik.
Kini, ia bersama bapaknya pun terus berjuang untuk menghasilkan berbagai karya serta terus membangkitkan kembali Sanggar S’mara Murti agar dapat semakin dikenal di Pulau Dewata.
Dan semakin memperkenalkan bahwa kaum perempuan pun dapat menekuni alat musik kendang yang selama ini identik dikenal dengan alat musik yang hanya dimainkan oleh kaum laki-laki. (*)