Essai
Menjadi Indonesia
Membaca Indonesia, ibarat menelisik labirin-labirin yang penuh misteri. Kisahannya tak pernah selesai, walau kita telah sampai di penghujung halaman.
Oleh : Ni Ketut Sudiani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Membaca Indonesia, ibarat menelisik labirin-labirin yang penuh misteri.
Kisahannya tak pernah selesai, walau kita telah sampai di penghujung halaman.
Agaknya tak pernah cukup waktu untuk memahami menyeluruh keutuhan Indonesia. Jika hanya baru ‘sampai’ pada Jawa atau Bali, perjalanan kita masih jauh tuan dan puan.
Selasa pagi, beberapa hari menjelang perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74, memasuki Selat, Duda, Karangasem, di dekat sebuah sekolah dasar, saya temui tonggak bersejarah dengan bendera Merah Putih tegak berdiri.
Orang-orang setempat mengenal tempat itu sebagai kediaman rumah Lanang Rai.
Di sanalah pada tahun 1946, tentara Belanda pernah menembak puluhan, mungkin bahkan ratusan-tak ada catatan pasti akan jumlah ini-para pemuda pejuang yang memberontak.
Sebuah kulkul tua setengah terbakar menjadi saksi bisu peristiwa itu.
Sehari sebelumnya, lama saya bercakap dengan I Gusti Ngurah Gede Yudana, putra sulung pejuang I Gusti Ngurah Rai.
Hampir 15 tahun lamanya ia memilih mengabdikan diri di Yayasan Kebaktian Proklamasi (YKP) yang menaungi anak-anak veteran.
Persib Bandung Vs Persebaya Surabaya, Bajul Ijo Tak Punya Pemain Asing, Jadwal Piala Menpora 2021 |
![]() |
---|
Satu Lagi Putra Bali Resmi Direkrut Bali United, 4 Gelandang dan 2 Kiper Perpanjang Kontrak |
![]() |
---|
Sosok Mayjen TNI Ignatius, Anak Buah Jenderal Andika Perkasa Terobos 2 Zona Rawan Serangan KKB Papua |
![]() |
---|
Soal Temuan Terowongan di Proyek Bendungan Tamblang Buleleng, Ini Kata Kepala Balai Arkeologi Bali |
![]() |
---|
5 Shio Kurang Beruntung Besok 25 Februari 2021, Shio Macan Awas Ditikung, Shio Monyet Merasa Gelisah |
![]() |
---|