BPJS Kesehatan
KIS PBInya Non Aktif, Dewa Beralih Menjadi Peserta PBPU Demi Kepastian Jaminan Kesehatan
Dewa Ketut Sudarsana (49) memiliki pengalaman berkesan berkaitan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
“Saya dengar KIS PBI di Kabupaten Gianyar sudah tidak dapat dipakai lagi sehingga saya segera beralih menjadi peserta PBPU karena saya hanya punya pengalaman berobat yang sangat baik dengan menggunakan Jaminan dari JKN-KIS.”
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Pengalaman yang tak terlupakan dialami oleh Dewa Ketut Sudarsana (49) berkaitan dengan program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Peserta yang sejak lama terdaftar sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Kabupaten Gianyar ini sebelumnya pernah beberapa kali berobat menggunakan jaminan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan di rumah sakit swasta maupun milik pemerintah di Kabupaten Gianyar.
Namun dengan kebijakan pemutusan kerja sama oleh Pemkab Gianyar dengan BPJS Kesehatan, dirinya mau tidak mau harus beralih menjadi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang iurannya dibayarkan sendiri sekeluarga.
Meskipun secara ekonomi ia merasa kurang mampu namun ia lebih mementingkan kepastian jaminan kesehatannya yang ia dapatkan dari program JKN-KIS.
“Saya baru saja sembuh dan pulang dari salah satu rumah sakit swasta yang ada di Gianyar. Pihak rumah sakit menyatakan bahwa KIS PBI saya sudah tidak aktif hampir saja saya menjadi pasien umum, syukur anak saya telah mendaftarkan saya menjadi peserta PBPU sehingga ketika saya masuk di rumah sakit tersebut, kepesertaan saya telah aktif kembali dan saya mendapatkan pelayanan seperti yang saya harapkan,“ ungkap Dewa saat ditemui di rumahnya di Br. Triwangsa, Desa Siangan, Gianyar, (20/8/2019).
Saat ditanya alasan tetap menggunakan JKN-KIS, Dewa menceritakan kenyataan yang ia alami sebelum berobat di rumah sakit swasta tersebut.
Ia sempat berobat ke rumah sakit pemerintah menggunakan jaminan lain, namun ia tidak mendapatkan kepastian pelayanan yang sesuai seperti apa yang pernah ia dapatkan selama ini.
Hal ini tentu bertolak belakang terhadap informasi yang sempat ia terima dari media maupun yang ia dengan dari masyarakat.
“Saya diantar oleh anak saya sampai 3 kali bolak-balik ke rumah sakit sebelumnya. Tepatnya malam hari, besok paginya dan sore hari, kondisi saya sudah lemas sekali tetapi dari pihak rumah sakit menyampaikan saya baik-baik saja cukup rawat jalan, tetapi kondisi saya semakin lemas sehingga anak saya memutuskan membawa saya ke rumah sakit lain, ternyata di rumah sakit swasta yang saya tuju menyatakan harus dirawat inap,“ lanjut Dewa.
Dirawat selama 4 hari di rumah sakit swasta tersebut menggunakan jaminan dari JKN-KIS, Dewa mendapatkan pelayanan yang sangat baik tanpa ada permasalahan sedikit pun.
Ia hanya cukup rutin membayar iuran untuk memastikan JKN-KISnya selalu aktif. Yang berbeda ke depannya adalah mekanisme pembayaran iurannya.
Jika sebelumnya iurannya dibayarkan oleh pemerintah daerah dengan menggunakan APBD, kini ia harus berusaha sendiri untuk membayar secara perorangan untuk satu keluarga.
Hal ini cukup menjadi beban, namun sekali lagi karena faktor kepastian jaminan pelayanan kesehatan tersebut membuat Dewa sekeluarga tetap menjadikan JKN-KIS sebagai kewajiban.
Ia sebenarnya berharap program ini tetap dapat dilaksanakan khususnya di Kabupaten Gianyar, sebab rakyat sangat membutuhkan program pro rakyat ini.
Justru menurutnya pelayanannya lebih pasti disetiap rumah sakit yang melayani JKN-KIS, jadi tidak hanya di rumah sakit pemerintah saja tetapi juga rumah sakit swasta sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Ia berharap pemerintah dapat lebih mengutamakan peningkatan pelayanan terhadap rumah sakit yang masih belum optimal memberikan pelayanan. (*)