Kisah Badiktilu, Dari Traveling Hingga Berlabuh di Musik

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gemar traveling dari satu kota ke kota lain, sembari mengaktualiasasi diri dan bereksplorasi di ranah sastra, tak cukup membuat seorang Henok Eko Wibawa puas.

Setiap perjalanan selalu menjadi kisah menarik, dituliskannya dalam bentuk puisi atau cerita pendek (cerpen).

Namun seiring waktu, ada hal baru yang tak terpikirkan akan dijelajahinya.

Dunia sastra menjadi lintasan pengembaraan Henok, sebelum akhirnya berlabuh di ranah musik.

"Tahun 2017 aku suka traveling. Di tahun itu aku ada di Yogyakarta. Masih suka nulis puisi dan cerpen. Jadi sama sekali tidak kepikiran akan terjun di dunia musik," ucapnya mengawali percakapan.

Di daerah istimewa yang kaya akan seni dan budaya ini, ragam hal unik mengenai musik ditemukan Henok.

Hingga dirinya pun mulai tertarik menyelami, meski bimbang.

"Di sana (Yogya) aku banyak sekali menemukan hal-hal unik tentang musik. Di satu sisi ketika aku menulis puisi, dan aku baca di Alun-Alun Yogya responsnya sangat bagus. Di sana timbul kebimbangan dalam diriku akan ke mana. Saat menulis puisi, aku memakai nama Jowilson. Ada rasa tersendiri ketika memakai nama lain dalam karya puisi ku," tuturnya.

Lirik "Hanyut Terbawa Angin" adalah pertama yang diciptakan Henok, kala mendaki Gunung Merapi. Tanpa istrumen, di tengah pendakian ia melantunkan lirik itu.

"Di lagu itu, aku membayangkan sisi di mana diriku berada seperti terbawa angin, ke mana pun. Di dunia sastra, aku menulis puisi dan cerpen. Aku merasa nyaman. Waktu itu kepikiran lirik itu nantinya mau dijadikan musikalisasi atau lagu terserah," terangnya.