Bolehlah Berbohong Kepada Anak? Ini Penjelasan Psikolog Dewa Ayu Eka Purba Dharma Tari

Orangtua tentu akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. Termasuk berbohong yang dilakukan untuk kebaikan anak.

Penulis: Noviana Windri | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
Ilustrasi/pexels.com/Rose Dudley
Ilustrasi kasih sayang ibu pada anak 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Noviana Windri Rahmawati

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Orangtua tentu akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk buah hatinya.

Termasuk berbohong kepada anak yang dilakukan untuk kebaikan anak.

Namun, berbohong tentunya tidak baik ya Bunda karena pada dasarnya adalah perbuatan atau perkataan yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Lalu, bolehkah kita berbohong kepada anak-anak kita selama masa tumbuh kembangnya? Seperti apakah dampaknya?

Seorang psikolog, Dewa Ayu Eka Purba Dharma Tari, M.Psi.,Psikolog mengatakan bahwa berbohong boleh dilakukan dalam kondisi tertentu, tetapi harus diluruskan.

103 Seniman Rupa Akan Ikuti Pameran Bali Megarupa, Angkat Tema Tanah, Air dan Ibu

Kaya Raya, Hidup Glamor Dan Bikin Iri Tetangga, Ternyata Selama Ini Bobol Dana BNI Rp 124 Miliar

"Boleh berbohong tapi diluruskan. Bohong itu bisa dikondisikan untuk hal-hal tertentu," jelasnya.

Sebagai contoh, seperti kasus ketika makan, sebagian orangtua akan mengatakan kepada anaknya jika makanan tidak dihabiskan maka akan dimakan ayam atau monster.

Atau orangtua mengatakan anak pintar pasti makanannya dihabiskan.

Dari contoh tersebut, Dewa Ayu menjelaskan bahwa dua contoh tersebut jelas mengajarkan tentang makna sebab akibat.

"Anak-anak selalu membutuhkan simulasi. Maka, sebagai orangtua harus bijak mensugesti anak. Jika anak-anak mengetahui dirinya dibohongi justru berdampak tidak baik bagi perkembangan anak," jelasnya.

Lalu bagaimana solusinya?

Ketua PHDI Badung Dukung Pelantikan Presiden dan Wapres serta Tolak Unjuk Rasa Anarkis dan Terorisme

Live Streaming Borneo FC vs Bali United, Teco Minta Skuatnya Waspadai Perlawanan Tuan Rumah

Untuk mengatasi pola asuh dengan kasus seperti yang dicontohkan, solusinya yakni orangtua bisa menciptakan lingkungan yang menyenangkan.

"Orangtua bisa ciptakan lingkungan yang menyenangkan saat makan. Misalnya sambil diceritakan dongeng. Atau kalo anak tidak mau makan diberikan penjelasan yang masuk akal.

Misalnya jika sang anak tidak makan, bilang saja akan ada raja kuman yang menyerang badan kita. Sehingga kita butuh makan makanan yang sehat untuk melawan raja kuman tersebut," paparnya.

Selain itu, juga bisa mengajak anak piknik makan pinggir sungai, sawah atau ruang terbuka lain agar tercipta suasana menyenangkan saat makan. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved