Tahun Depan Komponen Hidup Layak Dievaluasi, FSPM Bali Harap Upah Pekerja Lebih Layak

Serikat pekerja berharap tahun depan KHL lebih layak, terlebih selama lima tahun terakhir ini KHL tak pernah berubah.

Penulis: Wema Satya Dinata | Editor: Widyartha Suryawan
pexel.com
Ilustrasi pekerja. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - PP 78 tahun 2015 yang mengatur soal komponen hidup layak (KHL) untuk pekerja selama lima tahun sekali akan berakhir tahun 2020, sehingga tahun depan diatur regulasinya mengenai KHL ini.

Serikat pekerja berharap tahun depan KHL lebih layak, terlebih selama lima tahun terakhir ini KHL tak pernah berubah.

Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) juga sudah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) secara nasional tahun 2020 sebesar 8,51 persen.

Penetapan UMP itu dihitung berdasarkan jumlah inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Sekretaris regional Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali, Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana menyatakan kenaikan UMP yang ditetapkan Kemenaker itu dapat dipahami, namun untuk Provinsi Bali kenaikan UMP disepakati dengan Apindo menjadi 8,53 persen.

Tahun 2020 mendatang, lanjut dia, Dewan Pengupahan akan melakukan kajian terhadap angka KHL.

“Maka dari itulah yang kemudian kita harapkan agar upah pekerja kedepan paling tidak sudah menunjukkan kelayakan,” ujar Dewa Rai.

Selain itu harapannya, dengan tuntasnya Perda tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, sistem pengupahan di Bali agar menjadi lebih baik lagi.

KHL ini terdiri dari puluhan komponen, dari keperluan makan, minum, kesehatan, pendidikan hingga keperluan pakaian.

Terbitnya PP 78 membuat KHL ini hanya bisa dievaluasi lima tahun sekali, dan tahun 2020 adalah tahun terakhir untuk evaluasi.

Berbeda dengan sebelum adanya PP 78 yang dihitung tiap tahun sekali untuk KHL-nya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan ESDM Provinsi Bali Ida Bagus Ngurah Arda telah menerima Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang UMP 2020 pada 17 Oktober 2019.

Dalam surat itu mencantumkan inflasi nasional berada pada angka 3,39 persen dan pertumbuhan ekonomi nasional 5,12 persen .

Setelah hasil perhitungan UMP secara nasional itu diketahui, pihaknya kemudian merumuskan besaran UMP Bali bersama dewan pengupahan, yang terdiri dari Pemerintah, Pengusaha dan Serikat Pekerja.

Seperti diketahui UMP Bali tahun 2019 adalah Rp 2.297.968.

Sehingga berdasarkan formula yang telah ditetapkan dalam PP 78 tahun 2015, maka UMP Bali tahun 2020 menjadi Rp 2.493.525.

Namun rapat Dewan Pengupahan Provinsi Bali memutuskan angka UMP Bali dibulatkan menjadi Rp 2.494.000 atau naik 8,53 persen dari tahun lalu.

“Nah itu yang menjadi kesepakatan dewan pengupahan yang kita bahas tadi. Selanjutnya hasil rapat dewan pengupahan akan disampaikan kepada Gubernur, yang akan dituangkan dalam keputusan Gubernur,” kata Gus Arda, saat ditemui di Ruang Kerjanya, Senin (21/10/2019).

Ia berharap Kabupaten/Kota se-Bali segera membuat Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berdasarkan UMP Bali.

Karena hal ini sesuai dengan pasal 10 Permenaker nomor 15 tahun 2018 yang menyebutkan, bahwa UMK ditetapkan harus lebih besar dari UMP.

“Makanya UMP ini sangat ditunggu-tunggu oleh Kabupaten/Kota. UMP digunakan sebagai dasar untuk menetapkan UMK, sedangkan UMK dijadikan sebagai dasar memberikan gaji pekerja,” jelasnya.  

Laporkan Perusahaan yang Tak Bayar UMP
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan ESDM Provinsi Bali Ida Bagus Ngurah Arda menyampaikan dari hasil pemeriksaan Disnaker ke beberapa perusahaan, hasilnya secara umum sudah membayar sesuai UMK.

Namun, beberapa usaha industri rumahan, seperti usaha laundry, rumah makan belum membayar gaji karyawannya sesuai UMK.

Untuk usaha-usaha tersebut sistem penggajiannya menggunakan kesepakatan kedua belah pihak, yakni pengusaha dan pekerja.

Disisi lain jika ada pengaduan dari masyarakat bahwa perusahaan tidak membayar upah sesuai UMK, maka Disnaker akan turun untuk melakukan pemeriksaan.

Perusahaan diberi waktu 30 hari kerja sejak diterbitkan surat pemeriksaan pertama (Riksa I) agar perusahaan menindaklanjutinya.

Selanjutnya jika Riksa I tidak diikuti, maka tahapan berikutnya akan diberi Riksa II.

Dan kalau perusahaan terus membandel akan disidik pengawas , dan diberi sanksi administratif terberat berupa denda Rp 50 juta. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved